Penulis: Zulkarnaen | Editor: Hadi S Purwanto
JAKARTA, SWARAJOMBANG.com – Setidaknya ada 272 jabatan kosong kepada daerah di seluruh Indonesia menjelang Pilkada 2024.
Kekosongan jabatan ini lantaran para kepala daerah, bupati dan walikota masa jabatannya banyak yang berakhir pada 2022 dan 2023.
“Ini artinya hampir setengah wilayah di Indonesia akan dipimpin kepala daerah yang bukan dipilih langsung oleh rakyat sampai terpilihnya kepala daerah baru hasil Pilkada 2024. Bagi saya ini persoalan krusial,” kata Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Fahira Idris, di Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Menurut Fahira, kekosongan ini merupakan salah satu konsekuensi dari keputusan Pemerintah dan DPR yang mencabut revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021 pada Mei 2021 lalu.
Akibatnya adalah tidak ada Pilkada 2022 dan 2023 karena akan dilakukan serentak pada tahun 2024 atau sesuai dengan UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada 2021.
Kepastian bahwa Pilkada digabung pada 2024 melahirkan persoalan krusial yaitu akan ada 272 Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah menggantikan sebanyak 272 kepala daerah yang akan berakhir masa tugasnya pada 2022-2023.
“Selain karena jumlah daerahnya cukup banyak sehingga membutuhkan banyak SDM profesional untuk mengisinya,” kata putri politus kondang Fahmi Idris ini.
Dikatakan, durasinya Plt memimpin ini cukup panjang dan yang harus diingat pada 14 Februari 2024 akan menggelar Pileg dan Pilpres secara bersamaan yang tentunya membutuhkan seorang kepala daerah yang teruji.
Menurut Fahira, sejak awal diskursus opsi ditiadakannya pilkada 2022 dan 2023 karena akan digabung pada Pilkada 2024, dirinya termasuk dari banyak pihak yang menolak opsi ini.
“Terlalu besar konsekuensi yang harus ditanggung jika setengah dari wilayah di Indonesia dipimpin oleh kepala daerah yang bukan hasil dari pilkada atau tidak dipilih rakyat. Efektivitas kebijakan dan pembangunan tidak akan optimal,” ujarnya.
Tetapi, lanjut Fahira, Pemerintah dan DPR mempunyai pemikiran yang berbeda. Dirinya mengaku tidak tahu persis apa alasan utama Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan sehingga setengah wilayah Indonesia harus dipimpin Plt dalam durasi waktu yang cukup panjang.
“Karena peniadaan Pilkada 2022 dan 2023 ini sudah resmi, maka saya minta Pemerintah segera menyusun regulasi pengangkatan Plt yang yang komprehensif, transparan, akuntabel dan memastikan ruang partisipasi dan pengawasan publik terhadap pengangkatan Plt ini,” papar Fahira.
Hal paling penting, lanjutnya, yang juga harus dipastikan dalam pengangkatan Plt ini adalah siapapun yang ditunjuk tidak bersinggungan dengan kepentingan tertentu.