Penulis: Tony Hariyanto | Editor: Zainul A Basuni
JAKARTA, SWARAJOMBANG.com – Dukungan masyarakat perfilman Indonesia terhadap Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) untuk masuk radar calon pemimpin nasional yang seleksinya dilakukan pada Pilpres 2024 dinilai tepat. Istilahnya Muhadjir itu seperti iklan teh botol. Siapapun capresnya, Muhadjir wakilnya.
Selain karena memiliki rekam jejak Muhadjir yang peduli dan concern terhadap film nasional dan kebudayaan secara umum, Muhadjir memiliki sikap yang mencerminkan kedewasaan berpolitik dan sikap kenegarawanan.
Demikian benang merah pandangan mantan anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Imam Suhardjo, dua mantan anggota Tenaga Sensor LSF Jawa Timur, M. Roissudin dan Budi Santoso. Mereka menyampaikan secara terpisah, Selasa (9/5/2023).
Menurut Imam, sebagai petinggi negara Muhadjir yang relatif netral dari hiruk pikuk perpolitikan nasional. Di antara para petinggi negara, Muhadjir sepi dari pemberitaan negatif, sepi dari gosip. “Dia fokus bekerja sebagai pembantu Presiden tanpa pencitraan sekecil apa pun,” kata mantan anggota DPR/MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
“Muhadjir itu mirip dengan pendulunya almarhum Abdul Malik Fadjar. Sikapnya itu mencerminkan kedewasaan berpolitik dan sikap kenegarawanan,” tegasnya.
Roissudin mengatakan, Muhadjir secara konsisten sangat mensuport karya film dan para sineas. Kehadiranya dibutuhkan oleh insan film dan pecinta karya seni dan budaya sebagai bentuk merawat karakter dan budaya bangsa.
Di era digital, katanya, film tidak saja sebagai karya seni melainkan menjadi pranata sosial yang bisa menjadi media edukasi generasi milenial yang cenderung erat dengan media sosial.
“Indonesia membutuhkan kehadiran sosok yang aware terhadap karya seni budaya dan film anak bangsa. Sosok itu melekat pada Muhadjir,” tegasnya.
Berdasar pengalamannya menjadi anggota TS LSF, Budi Santoso melihat kuatnya komitmen Muhadjir dalam memajukan perfilman nasional. Dia lebih dari seorang manajer pemerintahan, melainkan figur pemimpin yang merakyat, fokus kerja. “Dia sangat tepat menjadi Cawapresnya Anies Baswedan,” tegasnya.
Sulit menemukan
Sebelumnya diberitakan, aspirasi masyarakat perfilman Indonesia itu diartikulasikan dua orang tokoh masyarakat film, Adisurya Abdy dan Akhlis Suryapati dalam tayangan YouTube melalui Channel Cinema Society. Tayangan beredurasi 11. 26 menit itu bertajuk Muhadjir Masuk Radar Calon Pemimpin. Ditayangkan pertama kali 3 Mei 2023.
Masyarakat film mengharapkan agar Pilpres 2024 menghasilkan pemimpin, entah itu Presiden atau Wakil Presiden yang peduli dan concern terhadap kemajuan perfilman Indonesia. Yang memiliki kesadaran bahwa film merupakan pranata sosial yang mampu membentuk pembangunan kebudayaan dan peradaban.
Untuk itulah masyarakat film merasa perlu menyampaikan aspirasinya agar tidak kaget ketika muncul pemimpin-pemimpin baru.
“Dari nama-nama calon presiden, wakil presiden yang ada sekarang sulit sekali menemukan nama yang betul-betul sudah memberikan kerjanya nyata, tindakan nyata terhadap kemajuan perfilman. Saya cuma melihat ada satu yaitu Muhadjir Effendy,” kata Adisurya Abdy.
Menurutnya, Muhadjir memiliki rekam jejak yang jelas kepedulian terhadap kemajuan film nasional. Dia mencontohkan, pada saat Muhadjir memulai menjadi Mendikbud pada Kabinet Jokowi Jilid Satu, share film Indonesia itu cuma 16 persen. Tetapi pada saat dia mengakhiri jabatannya, share film Indonesia itu lebih 50 persen. Artinya terjadi peningkatan yang signifikan.
Muhadjir menjadi penonton yang mengikuti film Indonesia. Dia selalu mendorong orang menonton film Indonesia. Bahkan kadang-kadang dia menghimpun orang untuk nonton bareng film Indonesia.
“Jangan lupa, dia mendukung sepenuhnya orang film menjadi pahlawan nasional yaitu Usmar Ismail. Kalau dia tidak memberikan dukungan, tidak mungkin terwujud. Dan yang menarik lagi, di dunia ini pahlawan nasional dari film kayaknya hanya Indonesia,” tegas Abdy.
Akhlis Suryapati mengatakan, Muhadjir telah menunjukkan kepedulian terhadap film. Bahkan sampai sekarang, dia tetap peduli. Misalnya menyediakan billboard, dia perintahkan videotrone untuk promosi film Indonesia.
“Ketika ada produser baru yang filmnya terhambat beredar di bioskup, lantas mengadu kepada Muhadjir, dia langsung turun tangan,” ujar Akhlis.
Karakter Muhadjir yang kalem, santun tidak progresif pada satu sisi mengakibatkan elektabilitasnya rendah. Tetapi pada sisi lain, justru sosok semacam ini dibutuhkan sebagai penyeimbang.
“Indonesia kan sekarang dalam polarisasi yang tajam yang disebut kanan dan kiri atau agama dengan nasionalis atau kemapanan dengan perubahan. Yang dibutuhkan adalah bagaimana sosok yang mampu dalam keseimbangan,” kata Akhlis.
“Jangan lupa pemimpin itu perlu penyeimbang. Di situlah tempat Muhadjir,” tegas Adisurya Abdy.