Penulis: Mulawarman | Editor: Priyo Suwarno
SWARAJOMBANG, MAKASSAR- Sindikat pencetakan uang palsu yang beroperasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, yang ternyata telah berlangsung selama 14 tahun, demikian penjelasan Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Yudiawan saat menggelar konferensi oers tindak lanjut pengungkapan sindikat uang palsu di UIN Makassar, Kamis 19 Desember 2024.
Polisi telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka, termasuk Kepala Perpustakaan UIN, Andi Ibrahim, yang diduga sebagai otak dari sindikat ini.
Seperti diungkap dalam video instagram@makassar_info, Jumat, 20 Desember 2024, disebutkan bahwa Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan Wibisono menjelaskan awal mula 15 orang pelaku pembuat uang palsu. Irjen Yudhi mengatakan niat para pelaku membuat uang palsu sejak Juli 2010. Ketika itu, para pelaku masih dalam tahap pengenalan.
Dijelaskan Sindikat ini mulai beroperasi sejak Juni 2010 dan melanjutkan kegiatan hingga 2012. Setelah periode jeda, mereka kembali aktif pada tahun 2022 dengan rencana yang lebih matang untuk memproduksi uang palsu.
Kemudian pada 2011 dan 2012, para pelaku masih dalam tahap mencari informasi. Irjen Yudhi mengatakan salah satu pelaku pernah mencalonkan diri menjadi Wali Kota Makassar, namun tidak mendapat kursi.
Pada Juli 2022, para pelaku mulai merencanakan dan mempelajari pembuatan uang palsu. Kemudian Oktober 2022, pelaku membeli alat cetak dan kertas.
Produksi uang palsu dimulai pada Mei 2024, dengan mesin dan bahan baku yang diimpor dari China. Uang palsu senilai Rp150 juta pertama kali diedarkan pada November 2024. Uang palsu ini didistribusikan di berbagai daerah, termasuk Makassar dan Mamuju. Sebagian besar uang palsu diedarkan oleh seorang pelaku bernama Mubin Nasir.
Polisi masih mengejar beberapa pelaku lain yang terlibat dalam jaringan ini. Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk menelusuri aliran uang palsu dan keterlibatan pihak-pihak lain dalam sindikat tersebut.
Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya masalah peredaran uang palsu di Indonesia, serta perlunya pengawasan lebih ketat di lingkungan pendidikan tinggi untuk mencegah praktik ilegal semacam ini.
Disebutkan bahwa sindikat ini memlilih lingkungan kampus UIN Alaudin, Makassar, sebagai markas untuk memproduksi dan mengendalikan peredaran uang yang sudah diawali sejak 2010. Sindikat ini memanfaatkan fasilitas kampus, khususnya perpustakaan, sebagai lokasi utama untuk produksi. Lingkungan akademis memberikan kesan aman dan terhindar dari pengawasan ketat, sehingga mereka dapat beroperasi tanpa menimbulkan kecurigaanKepala Perpustakaan UIN, Andi Ibrahim, merupakan salah satu tersangka utama, memiliki akses dan pengaruh di dalam institusi tersebut. Keterlibatannya memungkinkan sindikat untuk mendapatkan dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan operasi mereka
Beberapa tersangka adalah pegawai bank dan aparatur sipil negara, yang memberikan mereka akses ke informasi dan jaringan yang lebih luas, memudahkan distribusi uang palsu ke berbagai daerah
Ada indikasi bahwa uang palsu tersebut akan digunakan untuk mendanai kampanye politik, khususnya dalam konteks Pilkada. Hal ini menciptakan insentif tambahan bagi para pelaku untuk melanjutkan kegiatan ilegal mereka demi mendapatkan keuntungan finansial cepat.
Para tersangka diancam dengan hukuman penjara seumur hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kapolda Sulsel menyatakan bahwa ancaman hukuman bisa berkisar antara 10 tahun hingga seumur hidup.
Polisi telah menetapkan 17 tersangka dalam kasus pencetakan dan peredaran uang palsu di UIN Alauddin Makassar. Berikut adalah inisial dan informasi singkat mengenai para tersangka:
- AI – Kepala Perpustakaan UIN Alauddin (54 tahun)
- IR – Pegawai Bank BUMN (37 tahun)
- AK – Pegawai Bank BUMN (50 tahun)
- MS – Pengusaha (52 tahun)
- JBP – Pengusaha (68 tahun)
- ICH – Pengusaha (42 tahun)
- M – Pengusaha (37 tahun)
- SW – Pengusaha (35 tahun)
- AA – Pengusaha (42 tahun)
- R – Pengusaha (49 tahun)
- SM – PNS Dosen (58 tahun)
- MN – Honorer (40 tahun)
- K – Juru masak (48 tahun)
- SA – Ibu rumah tangga (60 tahun)
- SU – PNS Guru (55 tahun)
- SA – PNS di Sulawesi Barat (52 tahun)
- MM – PNS di Sulawesi Barat (40 tahun)
Selain itu, ada tiga orang lain yang masih dalam daftar pencarian orang (DPO) terkait kasus ini.**