Penulis: Tanasyafira Libas Tirani | Editor: Hadi S Purwanto
MAKKAH, SWARAJOMBANG.COM – Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyatakan kekecewaannya terhadap pelaksanaan ibadah haji tahun ini yang dinilai tidak berjalan sesuai dengan perencanaan dan paparan resmi pemerintah, khususnya Kementerian Agama.
Evaluasi ini disampaikan langsung saat dirinya meninjau kondisi pemondokan jemaah haji Indonesia di Mina, Makkah, Arab Saudi, Jumat (6/6/2025).
“Pertama, tentu kami sangat menyayangkan. Manajemen pelaksanaan haji yang sebelumnya sudah disampaikan secara meyakinkan oleh Menteri Agama, ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” ujar Lalu Hadrian seperti dikutip Parlementaria.
Ia menjelaskan bahwa beberapa hari sebelum wukuf di Arafah, Timwas DPR mengikuti rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Agama. Dalam forum itu, pemerintah memaparkan kesiapan layanan haji secara rinci.
Namun, saat pelaksanaan, banyak jemaah yang terlantar karena keterlambatan bus dan tidak mendapatkan tenda di Arafah.
“Kami sebenarnya berharap ini menjadi pelaksanaan haji yang lebih baik, apalagi ini haji terakhir yang sepenuhnya ditangani oleh Kementerian Agama. Tapi kenyataannya justru sebaliknya,” tegas legislator dari Fraksi PKB tersebut.
Tak Kebagian Tenda

Sementara anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Selly Andriany Gantina mendesak agar Tim Kesehatan Haji Indonesia bekerja secara maksimal selama fase puncak haji di Mina, menyusul pembatalan program tanazul bagi 37.000 jemaah oleh otoritas Arab Saudi.
Menurut Selly, pembatalan program tanazul—yang seharusnya menjadi solusi pengurangan kepadatan di Mina—menyebabkan lonjakan jumlah jemaah yang harus tetap berada di tenda-tenda Mina. Akibatnya, baik jemaah reguler maupun yang sedianya mengikuti tanazul kini harus berebut ruang tenda yang terbatas.
“Tim Kesehatan harus betul-betul maksimal selama di Mina karena banyak jemaah yang tidak kebagian tenda. Mereka sudah kelelahan berjalan dari Muzdalifah ke Mina, tapi sampai di Mina tidak ada tempat istirahat yang layak,” kata Selly kepada Parlementaria di Makkah, Kamis (5/6/2025).
Program tanazul adalah fasilitas yang memungkinkan jemaah tertentu—khususnya lansia dan jemaah risiko tinggi—untuk kembali lebih awal ke hotel di Makkah setelah selesai melempar jumrah Aqabah, tanpa harus menginap penuh di Mina.
Program ini biasanya membantu mengurangi kepadatan, namun tahun ini dibatalkan secara sepihak oleh otoritas Saudi.
Dampaknya, bukan hanya masalah tempat beristirahat, tetapi juga distribusi logistik seperti makanan menjadi terganggu.
“Seharusnya makanan untuk 37.000 jemaah yang tanazul disiapkan di hotel, tapi sekarang harus ditambah di Mina. Kalau tidak diantisipasi, mereka bisa kelaparan. Ini bahaya, apalagi kondisi fisik jemaah sudah menurun,” tegas Selly.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menambahkan, Tim Kesehatan harus bersiaga penuh mengingat beban fisik dan psikologis jemaah akan semakin berat di Mina, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan penyandang disabilitas.
“Kesehatan jemaah harus jadi prioritas utama. Kita tidak ingin ada kejadian yang mengancam keselamatan karena lemahnya antisipasi. Ini jadi tanggung jawab bersama, terutama bagi tim medis di lapangan,” ujarnya.
Selly juga meminta Kementerian Agama dan pihak penyelenggara segera berkoordinasi dengan otoritas Saudi dan syarikah untuk memastikan seluruh jemaah tetap mendapatkan layanan dasar secara adil, meskipun skema awal tanazul telah dibatalkan.
Lebih lanjut, Lalu Hadrian mengungkapkan bahwa masalah tidak hanya berasal dari sisi pemerintah Indonesia, namun juga dari kebijakan baru otoritas Arab Saudi.
Salah satu kendala yang diidentifikasi adalah implementasi sistem digital E-Hajj, yang menyebabkan kekacauan data jemaah, termasuk pemisahan data keluarga dan pendamping.
“Ini juga menjadi faktor penyebab ketidakteraturan, karena data yang tidak terintegrasi menyulitkan proses pelayanan di lapangan,” jelasnya.
Ia menambahkan, ke depan pelaksanaan haji harus dikelola oleh lembaga baru yang lebih profesional, transparan, dan memiliki kendali teknis yang kuat agar pelayanan terhadap jemaah menjadi lebih baik.
“Harapan kami, tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi pengalaman pahit seperti ini. Haji harus menjadi ibadah yang khusyuk dan nyaman, bukan menyulitkan jemaah,” pungkasnya.