Oleh Hernawan
LIGA 1 2021-2022 telah berakhir, dengan menyisakan duka yang mendalam atas terdegradasinya Persipura dengan tragis.
Betapa tidak, dengan berbekal kemenangan atas Persita 3-0, dapat dimentahkan oleh hasil imbang Barito Putera versus Persib.
Dengan nilai akhir yang sama yaitu 36, Barito lebih unggul head to head dengan Persipura, sehingga Persipura harus terdegradasi ke divisi 2, untuk kompetisi periode 2022-2023 mendatang.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa sampai pekan ke 34, ada 3 klub yang berpeluang terdegradasi ke divisi 2, yakni Persipura point 33, Barito Putera point 35 dan PSS Sleman dengan point 36.
Dengan posisi tersebut, di pertandingan akhir, Persipura harus menang saat berhadapan dengan Persita Tangerang sambil berharap Barito dikalahkan Persib Bandung.
Andai situasi seperti itu, Persipura akan lolos dari jurang degradasi, dan Barito-lah yang terdegradasi.
Melihat komposisi lawan-lawan mereka, sebetulnya Persipura lebih diuntungkan, sebab pada pertandingan akhir mereka melawan Persita Tangerang, sedang Barito berhadapan dengan lawan yang lebih kuat yaitu Persib Bandung.
Persib Bandung adalah penghuni papan atas BRI Liga 1, di klasemen akhir menduduki posisi runner up dibawah Bali United.
Diatas kertas Barito akan kesulitan menahan imbang Persib Bandung, sedang Persipura berpeluang besar untuk menang melawan Persita Tangerang.
Tapi semuanya tidak seperti yang digambarkan. Persipura memang menang telak 3-0 atas Persita Tangerang, tapi diluar dugaan Batito berhasil menahan imbang Persib Bandung dengan skor 1-1.
Yang patut kita cermati adalah pertandingan antara Barito Putera dengan Persib Bandung, yang kebetulan disiarkan langsung di stasiun TV Indosiar.
Sejak menit awal Persib Bandung mendominasi jalannya pertandingan, dengan beberapa peluang emas, yang tidak bisa dikonversikan menjadi gol, karena kepiawaian penjaga gawang Barito Putera Moh Riyandi, sampai babak pertama usai kedudukan masih berimbang 0-0.
Kejadian-kejadian aneh menurut ukuran logika dan kewajaran, baru terlihat dan terjadi di babak kedua, setelah Barito Putera tertinggal 0-1 atas gol David Beckham.
Ada beberapa kejanggalan menurut ukuran umum di persepakbolaan.
Yang pertama, penalti David Silva. Bagaimana mungkin tendangan penalti sekelas pemain asing dari Brazil, yang telah malang-melintang di dunia sepakbola, ternyata tidak lebih baik dari kualitas tendangan pemain tarkam (antar-kampung), dan akhirnya tidak terjadi gol.
Yang kedua, lagi-lagi peluang emas yang didapat David Silva setelah nenerima umpan dari Febri Hariyadi, dan tinggal berhadap-hadapan dengan kiper, tapi tidak bisa membuat gol.
Ini janggal karena kita tahu kualitas David Silva kala membela Persebaya, kans seperti itu adalah ibarat makanan empuk bagi Davit Silva untuk mencetak gol.
Yang ketiga adalah ditarik keluarnya David Beckham, padahal kontribusi David Beckham terhadap hidupnya serangan-serangan Persib sangat signifikan, juga pada saat itu David Beckham tidak dalam kondisi cidera, apalagi keunggulan Persib juga masih 1-0.
Memang untuk membuktikan kecurangan dalam pengaturan skor dalam sepakbola itu sulit, tidak bisa diukur, bisa saja berdalih pemain bermain dibawah form, dan lain sebaigainya.
Tapi melihat dari jalannya pertandingan, kita bisa merasakan adanya kejanggalan-kejanggalan dan keanehan-keanehan.
Sampai kapan kita bisa meng- implementasikan jargon Fair Play, hanya pemangku-pemangku kekuasaan di dunia sepakbola yang tahu.