Penulis: Wibisono | Editor: Yobie Hadiwijaya
MADIUN, SWARAJOMBANG.COM-Peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah di Kota Madiun, Jawa Timur, diwarnai dengan ritual jamasan burung perkutut yang unik dan sarat filosofi.
Komunitas pecinta burung perkutut (Pecintut) menggelar ritual jamasan burung perkutut katuranggan di Jalan Makam Tentara, Kecamatan Taman, pada Jumat (27/6/2025). Acara ini menarik perhatian puluhan peserta dan masyarakat yang antusias menyaksikan.
Ritual diawali dengan prosesi simbolis pemukulan gong oleh Wali Kota Madiun, Maidi. Ia mengapresiasi pelestarian budaya lokal yang semakin berkembang di tengah masyarakat.
“Salah satu visi-misi saya adalah menjadikan Madiun sebagai kota berbudaya, maka semua budaya yang ada kita giatkan. Budaya jamasan perkutut ini bagus, apalagi dilaksanakan tepat di momen Satu Suro. Kegiatan seperti ini harus kita besarkan agar menjadi agenda tahunan,” ujar Maidi.
Sebanyak 15 burung perkutut katuranggan dimandikan dengan cara khusus, menyerupai penjamasan pusaka. Ritual ini dipercaya dapat membersihkan energi negatif dan memperkuat ikatan spiritual antara pemilik dan burung peliharaannya.
Panitia acara, Ki Wisnu Sejati mengatakan ritual ini bukan sekadar simbolik, tetapi juga bentuk pelestarian filosofi Jawa. Jamasan ini rutin kita adakan setiap Satu Suro, dan tahun ini adalah yang kedua kalinya. Tema yang diusung pada tahun ini adalah ‘Madiun Berbudaya’ dengan nuansa Mataraman.
“Burung perkutut bukan hanya hewan peliharaan biasa, tetapi dipercaya membawa filosofi dan keberuntungan, terutama bagi masyarakat Jawa,” jelas Ki Wisnu.
Jenis perkutut yang ikut serta, seperti songgo ratu, sriwiti, dan wisnu murti, dipercaya merepresentasikan karakter dan perjalanan hidup manusia.
Selain penjamasan, acara juga diisi dengan pameran burung katuranggan, ritual selamatan sebagai ungkapan syukur, serta pelepasan burung ke alam bebas sebagai simbol kebebasan dan pelestarian alam.
Kegiatan ini diikuti sekitar 50 peserta dari berbagai komunitas perkutut dan disambut hangat oleh masyarakat. Penyelenggara berharap tradisi ini bisa menjadi agenda budaya tahunan yang memperkuat identitas lokal Kota Madiun di tengah arus modernisasi.***