Penulis: Zulkarnaen | Editor: Hadi S Purwanto
JAKARTA, SWARAJOMBANG.com – Pemerintah harus lebih mengutamakan keamanan dan keselamatan warganya daripada harus berhitung soal efisiensi. Hal itu berkait munculnya kabar banyaknya vaksin kedaluwarsa yang diduga digunakan untuk vaksin.
Anggota Komisi IX DPR RI Sungkono menyayangkan munculnya kejadian seperti itu. Menurutnya, selama ini tim penanganan Covid-19 seharusnya melaksanakan fungsinya secara maksimal agar hal itu dapat dihindari.
“Kenapa sampai kedaluwarsa itu harus ada analisis ya, karena cash flow barang ini kan ada yg masuk dulu atau belakangan, prosesnya itu harus seperti switch in dan switch out gitu. Jangan sampai datang yang duluan tidak diserap dulu, justru yang belakangan,” ujar Sungkono kepada Parlementaria, Selasa (18/1/2022).
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membeberkan sekitar satu juta dosis vaksin bakal kedaluwarsa pada akhir bulan ini. Vaksin Covid-19 yang expired itu mayoritas berasal dari hibah.
“Ada berapa ratus ribu yang kadaluarsa, sedikit sekali di bulan November dan naik pada Desember. Kalau ditanya dari mana vaksin kadaluarsa itu, hampir di atas 95 persen atau 97 persen dari vaksin donasi,” kata Menkes Budi.
Politisi Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan, bahwa penyediaan vaksin dan penyerapannya merupakan tanggung jawab negara. Mengingat, begitu sulitnya negara menyiapkan anggarannya guna memfasilitasinya, sehingga perlu dikelola sebaik mungkin.
“Jangan sampai pelaksanaannya banyak temuan seperti ini. Saya yakin tidak hanya terjadi di Jawa Barat saja, karena Indonesia juga begitu banyak provinsi yang mungkin belum semuanya menjalankan fungsi pelaksanaan secara maksimal,” kata Sungkono.
Ia memastikan, DPR RI akan melaksanakan tugas sebagaimana fungsinya seperti pengawasan, khususnya ketika berkegiatan di dapil masing-masing.
Sungkono mengungkapkan, vaksin yang ada perlu dipilah kembali. Menurutnya, jangan sampai karena efisiensi, pemerintah justru abai pada keamanan dan keselamatan masyarakat, terlebih vaksin tersebut menyangkut pada kesehatan.
“Jadi, lebih baik kita selamatkan manusianya daripada kehilangan aset yang mungkin penting bagi penyelenggaraan vaksin ini,” katanya.
Sungkono berharap persoalan itu bisa diselesaikan dengan baik. Pasalnya, hal itu menyangkut akuntabilitas. Sehingga, barang-barang yang ada harus bisa dipertanggungjawabkan, terlebih, barang-barang tersebut sangat urgen dan bermanfaat.
“Jadi saya meminta seluruh pihak termasuk penyelenggara termasuk di dalamnya jajaran yg berkaitan dengan pelaksanaan vaksinasi ini menjalankan fungsinya lebih hati-hati dan efektif ya. Jangan sampai ini berlarut-larut. Ketika tidak diselesaikan hampir dua tahun pelaksanaan, ini kan pasti banyak masalah,” tegas Sungkono.
Vaksin Booster
Sementara anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mempertanyakan tata kelola hingga ketersediaan vaksin Covid-19 yang diimpor sepanjang tahun lalu oleh pemerintah.
Pertanyaan itu juga menyasar pada regulasi hingga alokasi anggaran untuk pengadaan vaksin booster yang sudah dimulai pada awal tahun ini. pertanyaan itu cukup beralasan ketika nilai impor vaksin saat itu mencapai Rp 44,08 triliun dengan pengadaan sebesar 465,07 juta dosis vaksin.
“Pertanyaan soal tata kelola vaksin dari pengadaan, penggunaan sampai ketersediaan dan juga sampai ada yang expired itu sangat tidak wajar karena insentif fiskal negara untuk vaksin ini tidak kecil,” kata Mufida, dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan dan RDP dengan Kepala BPOM dan Jubir Satgas Covid-19 di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Mufida menambahkan, insentif fiskal untuk pengadaan vaksin impor itu mencapai Rp 8,33 triliun sepanjang 2021. Artinya, insentif fiskal itu mesti dapat dioptimalkan penggunaannya untuk percepatan vaksinasi di tengah masyarakat.
“Tadi teman-teman (Komisi IX DPR RI) banyak bertanya tentang masa kedaluwarsa dan sebagainya karena nilai insentif fiskal Rp 8,33 triliun. Mudah-mudahan ini bisa dioptimalkan dan juga ada optimalisasi dari tata kelola vaksin yang lebih baik ke depan,” katanya.
Dalam kesimpulan rapat, Komisi IX DPR RI mendesak Kemenkes untuk memberikan data-data terkait vaksin kepada Komisi IX, antara lain; jenis vaksin yang digunakan; jumlah masing-masing jenis vaksin; harga per dosis masing-masing jenis vaksin; jumlah hibah yang diterima Indonesia; jumlah vaksin kedaluwarsa; potensi penghematan APBN dengan adanya vaksin hibah dan target vaksinasi baik primer maupun booster paling lambat tanggal 25 Januari 2022.
Selain itu, dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan tentang program vaksin, Komisi IX mengagendakan pembentukan Panitia Kerja (Panja) tentang vaksin Covid-19. (*)