Penulis: Tony Hariyanto | Editor: Hadi S Purwanto
JAKARTA, SWARAJOMBANG.com – Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mempertanyakan implementasi dan penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah dihimpun oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri terkait program pengutipan biaya Rp1000 per akses Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Rifqi mengungkapkan, jika program ini berjalan harusnya bisa menjadi tambahan PNBP yang cukup bagi negara, mengingat aksesnya digunakan oleh hampir seluruh layanan baik pemerintahan maupun non-pemerintahan di republik ini. Ia pun menilai, hal ini penting untuk disampaikan agar tidak menjadi diskursus ranah publik.
“Saya juga meminta di forum ini agar ada klarifikasi terkait misalnya PNBP dari Direktorat Jenderal Dukcapil. Dirjen Dukcapil pernah menyampaikan pada media terkait dengan pengutipan satu akses NIK Rp1000. Berapa uang yang sudah dikumpulkan? Apakah ini sudah implementatif atau belum? Kalau belum, (tolong) disampaikan,” kata Rifqi dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian beserta jajaran, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Lebih lanjut politisi PDI-Perjuangan ini merasa sebagai Anggota DPR RI yang juga ikut menyetujui anggaran, ada beban moril jika pengembalian PNBP kepada kementerian terkait sangat rendah, dan justru dialihkan pada sektor-sektor lain, padahal upaya untuk menghimpun sudah sangat optimal.
“Saya sedang melakukan perbandingan, terkait dengan kemampuan kita menghimpun pada satu pihak dan ‘pemberian’ oleh bendahara keuangan negara dalam hal ini adalah Menteri Keuangan tentu atas persetujuan DPR untuk belanja pada pihak yang lain. Saya merasa tentu memiliki beban moril kalau kita menghimpunnya sangat tinggi dari berbagai layanan yang kita lakukan tapi kemudian pengembalian kepada kementerian tersebut sangat rendah, dan justru dialihkan pada sektor-sektor lain,” jelas Rifqy.
Dalam kesempatan berbeda, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan lembaga yang akan dibebankan tarif Rp1000 per akses NIK tersebut merupakan lembaga sektor swasta yang bersifat profit-oriented seperti perbankan. Namun lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, tidak akan dikenai biaya akses NIK.