Penulis: Tim SWARAJOMBANG.com | Editor: Hadi S Purwanto
JOMBANG, SWARAJOMBANG.com – Persoalan pupuk tampaknya tetap menjadi hantu para petani sepanjang tahun, tidak terkecuali musim tanam tahun ini.
Sejumlah petani di Jombang, Jawa Timur menyatakan, sejak tahun lalu jatah pembelian pupuk subsidi terus dikurangi sementara harga pupuk non-subsidi dinilai terlalu mahal dan tak terjangkau.
“Setiap seratus bata (sekitar 114 M2) hanya dapat pupuk urea 13 kilogram,” ujar Suprapto, seorang petani di Gudo.
Menurutnya, saat ini harga pupuk non-subsidi hampir Rp115 ribu persak. Padahal tahun lalu Cuma Rp90 ribu persak.
“Sedangkan untuk membeli pupuk non-subsidi terlalu mahal, sampai Rp500 ribu persak,” keluhnya.
Hal sama dikeluhkan juga oleh Sodiq, petani asal Kesamben. Dia menyatakan, saat ini petani hanya bisa membeli atau menebus pupuk subsidi berdasarkan luasan lahan dengan jatah sekitar 12 kilogram tiap 100 bata.
“Padahal, untuk kebutuhan pupuk urea 100 bata itu minimal 25 kilogram. Kalau beli yang non-subsidi terlalu mahal,” ujarnya.
Persoalan pupuk ini setiap tahun menghantui para petani, tidak saja petani kecil yang luasan sawahnya tidak sampai hektaran.
“Yang sawahnya berhetar-hektar juga mikir beli pupuk non-subsidi,” ujar Sodiq sembari menambahkan bahwa kualitas pupuk subsidi ternyata beda dengan pupuk non-subsidi.
Menurut Supardi, seorang petani di Megaluh, pengaruh pupuk non-subsidi ke tanaman memang lebih bagus disbanding yang subsidi. Tapi harganya sangat mahal. Hasil panen hanya habis untuk pupuk saja kalau membeli yang non-subsidi,” paparnya.
Supardi menambahkan, pupuk untuk padi tidsk cukup hanya urea, tapi juga butuh SP36, ZA dan lainnya. “Hancurlah petani kalau terus-terusan begini,” keluhnya.
“Belum lagi kalau musim panen, harga gabah anjlok itu pasti,” tambahnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang Ir Moch Rony MM menyatakan, realisasi pupuk subsidi dari pusat tahun ini hanya sekitar 30 persen dari yang diusulkan.
“Seluruh Indonesia seperti itu, realisasinya tidak seperti yang diusulkan,” katanya.
Karenanya, kata Rony, ia menyarankan agar para petani menggunakan dana Berkadang (Berkarakter dan Berdaya saing) di desa masing-masing untuk pembelian pupuk.
“Kami juga menyarankan kepada para petani agar menggunakan pupuk organik untuk menyiasati mahalnya harga pupuk,”ujarnya.
Kepada para petani yang punya ternak Rony menyarankan agar memanfaatkan kotoran ternaknya untuk diolah menjadi pupuk organik, karena hal itu sangat membantu.
“Atau membeli pupuk organik instan pabrik yang harganya Cuma Rp35 ribu persak,” tambahnya.