Penulis: Wibisono | Editor: Priyo Suwarno
JOMBANG, SWARAJOMBANG.COM– Warga masyarakat yang tergabung dalam Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) menggelar unjuk rasa damai di depan Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jombang, Kamis, 8 Mei 2025.
Mereka memprotes kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dinilai memberatkan, serta menolak pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap tempat ibadah seperti musala.
Koordinator aksi, Joko Fattah Rochim alias Cak Fattah sebagai ketua FRMJ, dalam orasinya mengatakan bahwa ada laporan NJOP tanah naik dari Rp300 ribu menjadi Rp1,4 juta per meter, bahkan hingga Rp4 juta per meter di beberapa lokasi, sehingga tarif PBB melonjak drastis.
Kenaikan ini berdampak langsung pada tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dengan beberapa warga melaporkan lonjakan tarif PBB hingga lebih dari 300 persen dibanding tahun sebelumnya.

FRMJ menuntut revisi Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2024 dan meminta pemerintah daerah segera mengevaluasi kebijakan tersebut, karena dianggap tidak berpihak pada masyarakat kecil.
Kepala Bapenda Jombang, Hartono, menjelaskan bahwa penetapan NJOP berdasarkan hasil appraisal tahun 2022 dan membuka ruang bagi warga yang keberatan untuk mengajukan peninjauan ulang.
Dia siap meninjau ulang NJOP yang dianggap tidak wajar dan mengakui ada kekeliruan dalam penerapan pajak pada tempat ibadah, yang seharusnya bebas pajak.
Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jombang pada Kamis, 8 Mei 2025.
Aksi dipicu oleh kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberlakukan sejak 2024, yang dinilai sangat memberatkan masyarakat karena kenaikannya dianggap tidak wajar.
Massa menuntut kejelasan dan revisi Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2024 yang mengatur tentang kenaikan NJOP dan pengenaan pajak pada tempat ibadah seperti musala, yang seharusnya dikecualikan dari PBB.
Massa juga memprotes adanya data appraisal yang dinilai tidak akurat dan pengenaan PBB pada lahan yang sudah dijadikan fasilitas umum atau tempat ibadah.
Aksi berlangsung damai dan diakhiri dengan pernyataan dari Bapenda bahwa mereka siap meninjau ulang NJOP yang dinilai tidak wajar dan menindaklanjuti keberatan warga.**