Penulis: Eko Wienarto | Editor: Priyo Suwarno
MATARAM, SWARAJOMBANG.COM- KPA (Komisi Perlindungan Anak) Mataram, melalui Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, melaporkan kasus pernikahan anak di bawah umur yang viral di Lombok Tengah ke polisi.
Viral video acara pernikahan dan tingkah pengantin putri 15 tahun yang sangat tengil, membuat netizen memberi penia negatif. Pernikahan tersebut melibatkan YL (15 tahun), seorang siswi SMP, dan RN (16 tahun), siswa SMK, yang keduanya masih di bawah umur dan seharusnya belum menikah secara hukum.
LPA Mataram menilai pernikahan ini sebagai tindak pidana kekerasan seksual dalam bentuk pemaksaan perkawinan anak dan melaporkan orang tua serta penghulu yang menikahkan anak tersebut ke Polres Lombok Tengah berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Kota Mataram melaporkan ke polisi semua pihak yang diduga memfasilitasi pernikahan anak di bawah umur di Lombok Tengah termasuk orang tua kedua mempelai dan penghulu yang menikahkan mereka.
Ketua LPA Mataram, Joko Jumadi, menyatakan bahwa laporan tersebut ditujukan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pernikahan anak tersebut, dengan fokus utama pada orang tua dan kemungkinan penghulu yang menikahkan anak-anak tersebut
Joko Jumadi menyatakan bahwa pihaknya sudah mengantongi bukti kuat berupa video viral acara pernikahan dan berbagai pemberitaan terkait.
LPA juga menegaskan bahwa pernikahan anak ini merupakan pembiaran yang harus ditindaklanjuti secara hukum agar menjadi efek jera.
Selain itu, LPA siap membantu proses pelaporan jika alamat kedua mempelai diketahui. Kasus ini menjadi sorotan karena pernikahan anak di NTB masih marak dan sering terjadi meski sudah ada batas usia minimal menikah yakni 19 tahun sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Fenomena pernikahan anak di NTB juga dianggap sebagai masalah serius yang sudah lama terjadi dan seringkali dibiarkan oleh institusi negara di tingkat desa.
Aktivis dan lembaga perlindungan anak terus mengkampanyekan penghentian praktik ini karena dampak negatifnya terhadap tumbuh kembang anak dan hak-hak anak secara keseluruhan.
Viral di medsos video pernikahan sepasang pengantin yang masih di bawah umur.
Pengantin viral asal Lombok ini, disebut-sebut bernama Rendi (16 tahun, kelas 1 SMK) dan Yulia (15 tahun, kelas 2 SMP).
Keduanya dikabarkan sudah sah menikah. Hal ini membuat publik merasa prihatin mengingat usia mereka yang masih sangat belia.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menempati peringkat pertama angka pernikahan anak tertinggi di Indonesia. Data ini diungkapkan oleh United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF).
Hal itu disampaikan Muhammad Zubedy, perwakilan UNICEF Indonesia, saat menghadiri acara kampanye pencegahan pernikahan anak bertajuk Gawe Gubuq di Desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur, Selasa 20 Mei 2025.
“Di NTB angkanya paling tinggi terkait pernikahan anak di Indonesia,” kata Zubedy, seperti diwartakan akun instagram@mataraminfo, 24 Mei 2025.
UNICEF mencatat, sepanjang 2024 terjadi sekitar 6.200 kasus pernikahan anak di NTB. Jumlah itu setara dengan 15 persen dari total kasus pernikahan anak yang berhasil dihimpun UNICEF di seluruh Indonesia, yakni 618.000 kasus. **