Penulis: Gandhi Wasono S | Editor: Priyo Suwarno
SWARAJOMBANG, KATINGAN- Hutan rimba Taman Nasional Sebangau ada kemiripan dengan tayangan hutan Amazon, yang berada di sembilan negara kawasan Amerika Selatan. Karena itu wisatawan asing sangat bergairah menjelajah alam liar taman nasional milik bangsa Indonesia ini. Sebangau sebagai kawasan yang lahan gambut dan hutannya menyumbangkan karbon untuk lingkungan menjadi daya tarik tersendiri.
Suasana semakin terasa hening ketika senja mulai tiba saatnya kembali ke Talali, Punggualas. Namun untuk perjalanan kembali ini motor perahui sengaja dimatikan. Untuk melaju menyusuri sungai perahu mengandalkan aliran sungai yang mengalir perlahan. Sungguh suasana amat syahdu. Namun TN Sebangau yang saat ini vegetasinya termasuk keragaman hayatinya kembali normal sejarah panjang.
“Dulu kawasan ini rusak akibat illegal logging yang masif dan berlangsung lama,” kata Kepala Balai Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, Ruswanto, S.P, M.H, saat bertemu dengan wartawan Swarajombang.com, Gandhi Wasono S, saat bermuhibah ke kantor Taman Nasional Sebangau.
Taman nasional Sebangau seluas 533.000 hektare, ditetapkan sebagai taman nasional oleh pemerintah sebagai taman nasional yang mengemban tiga mandat yang harus dijalankan. Pertama, melakukan reboisasi diatas kawasan yang gundul. Kedua, mengembalikan keragaman hayati yang ada di dalamnya khusunya tentang orang utan. Ketiga melakukan pemberdayaan masyarakat yang ada di kawasan taman nasional.
Untuk mandat pertama secara serentak lahan yang rusak tersebut dilakukan reboisasia atau penanaman kembali di lahan yang gundul. Reboisasi itu melibatkan banyak pihak, mulai taman nasional sendiri, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), NGO lingkungan, juga masyarakat. “Dari jutaan bibit pohon yang ditanam saat itu hasilnya seperti yang sekarang kita lihat ini,” jelas Ruswanto sambil jelaskan bahwa TN Sebangau 80 persen luas lahannya adalah gambut, yang menghasilkan karbon yang sangat bagus sekaligus menjaga cadangan air untuk tanaman di atasnya.
Selama proses pemulihan lahan itu dibuatlah 2600 kanal lebih. “Kanal itu fungsinya untuk mengatur agar air bisa menyebar ke kawasan gambut dan pohon yang baru ditanam,” papar Ruswanto yang arek Suroboyo tersebut.
Tentang mandat kedua, Ruswanto yang sudah dua tahun menjabat Kepala Balai TN Sebangau memaparkan bahwa dengan memperbaiki kondisi hutan serta menjaga agar tidak terjadi penangkapan orang utan secara ilegal, maka populasi orang utan tentu akan meningkat. Dia sebutkan dari hasil survei yang dilakukan pemerintah bersama NGO yang dirilis tahun 2015 ada dugaan jumlah 6.000 orang utan tersebar di dalam TN Sebangau.
Setelah berjalannya waktu proses perbaikan hutan semakin membaik tahun 2023 sampai Juli 2024 dilakukan pengamatan lagi dan hasil pendugaan jumlah orang utan di TN. Sebangau, sebanyak 8.700 individu primata. Hal itu diketahui dari sarang yang ditinggali oleh orang utan.
“Lalu oleh pak Alue Dohong, Wamen Kementerian Lingkungan Hidup diumumkan secara resmi. Sekaligus dijelaskan dengan jumlah populasi orang utan sebesar itu menandakan kondisi hutan taman nasional sudah kembali normal. Artinya program ini sukses tak lepas partisipasi masyarakat kawasan hutan yang ikut membantu kelestarian satwa yang ada di dalamnya, ” puji Ruswanto. **