Penulis: Eko Wienarto | Editor: Priyo Suwarno
DENPASAR, SWARAJOMBANG.COM- “Mulai hari ini atas izin presiden, kami hentikan pengelolaan sampah open dumping, ini penting kita ketahui bersama dan Bali mampu menyesuaikan ini,” kata dia di Denpasar, Bali, Jumat, 11 April 2025.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menerbitkan Surat Edaran tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang menekankan pengelolaan sampah berbasis sumber dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah dari hulu hingga hilir.
Pemerintah berencana membangun fasilitas pengolahan sampah lebih modern, termasuk pembangkit listrik berbasis sampah (PSEL) untuk menggantikan TPA Suwung yang akan ditutup. Ini bertujuan untuk mengolah sampah menjadi energi dan mengurangi jumlah limbah yang dibuang.
Dalam upaya menyelesaikan masalah sampah, pemerintah telah melakukan beberapa rapat terbatas untuk merumuskan solusi dan strategi penanganan sampah di Bali, termasuk penanganan timbulan di atas 1.000 ton per hari.
Pengelolaan sampah open dumping adalah sistem pengelolaan sampah di mana sampah dibuang dan dibiarkan terbuka tanpa penutupan, pengamanan, atau perlakuan lebih lanjut. Sistem ini merupakan metode pembuangan sederhana yang sering dipilih karena biaya operasionalnya rendah dan mudah diterapkan.
Namun, metode ini telah dilarang di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah karena dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat
Menteri sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Indonesia itu menyebut Bali sebagai daerah prioritas dalam percontohan pengelolaan sampah.
Menghentikan sistem membuang sampah di lahan terbuka sendiri telah dilakukan bertahap, namun dari data Kementerian Lingkungan Hidup terdapat 343 TPA di Indonesia yang melakukan praktik open dumping sehingga harus ditangani.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH), Hanif Faisol Nurofiq, telah mengumumkan penutupan 343 tempat pemrosesan akhir (TPA) yang masih menggunakan sistem open dumping di seluruh Indonesia.
Keputusan ini diambil berdasarkan kajian teknis dan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengharuskan pemerintah daerah menutup TPA open dumping dalam waktu lima tahun setelah undang-undang tersebut diberlakukan.
Dampak Lingkungan dan Kesehatan
Sistem open dumping telah diidentifikasi sebagai penyebab utama pencemaran lingkungan yang serius, termasuk pencemaran air tanah melalui leachate yang tidak terkelola, serta peningkatan emisi gas rumah kaca akibat produksi metana. Praktik ini juga berdampak negatif pada kesehatan masyarakat di sekitar TPA, dengan radius dampak hingga 3 – 5 kilometer.
Proses Penutupan
Penutupan TPA dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, sebanyak 37 TPA telah ditandatangani untuk ditutup, dengan proses penutupan diharapkan selesai dalam enam bulan.
Sanksi administratif diberikan kepada pengelola TPA untuk menghentikan praktik open dumping, sementara pengelola diharuskan untuk mempersiapkan zona baru untuk sistem sanitary landfill dan melakukan rehabilitasi.
Penutupan Sistem Open Dumping: Diterapkan pada TPA yang masih bisa direhabilitasi dan memiliki lahan lebih untuk pengelolaan sampah yang lebih baik.
Penutupan permanen diiterapkan pada TPA yang sudah menyebabkan pencemaran berat, tidak sesuai dengan rencana tata ruang kota, atau tidak memungkinkan untuk direhabilitasi.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai target penanganan sampah 100% sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2025-2029.
Ini Sistem yang Diizinkan
Setelah larangan terhadap sistem open dumping diberlakukan, pengelolaan sampah harus dilakukan dengan menggunakan metode yang lebih ramah lingkungan. Beberapa alternatif yang dapat diterapkan antara lain:
Sanitary Landfill: Metode ini melibatkan penimbunan sampah dengan tanah secara teratur untuk mencegah pencemaran dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Sampah akan ditimbun dalam lapisan-lapisan dan ditutup dengan tanah untuk mengurangi emisi gas dan mencegah air lindi.
Controlled Landfill: Ini adalah peralihan dari open dumping ke sistem yang lebih baik, di mana pengelolaan sampah dilakukan dengan lebih teratur dan terencana, meskipun masih dalam bentuk penimbunan.
Refuse Derived Fuel (RDF): Metode ini mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif. Fasilitas RDF dapat mengolah sejumlah besar sampah dan mengubahnya menjadi energi, sehingga mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA.
Incinération: Pengolahan sampah melalui pembakaran di insinerator yang dirancang untuk mengurangi volume sampah secara signifikan dan menghasilkan energi dari proses pembakaran.
Pengolahan Sampah Organik: Menggunakan metode seperti komposting atau pemanfaatan magot untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk atau bahan bakar alternatif.
Intermediate Treatment Facilities (ITF): Pembangunan fasilitas pengolahan sampah yang dapat menangani berbagai jenis limbah sebelum dibawa ke TPA, sehingga mengurangi beban pada tempat pembuangan akhir.
Pemerintah daerah diharapkan untuk membangun infrastruktur yang mendukung metode-metode ini dan melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai pemilahan dan pengelolaan sampah di sumbernya. **