Penulis: Hadi S Purwanto | Editor: Wibisono
JOMBANG, SWARAJOMBANG.COM – Dibanding seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di lingkup Pemkab Jombang, kinerja Sekretariat DPRD Jombang soal transparansi anggaran terindikasi menjadi yang paling buruk dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan penelusuran KREDONEWS.COM, nampak berturut-turut dua tahun anggaran 2023 dan 2024, pos belanja tunjangan anggota dewan tidak lagi nongol di ruang publik. Padahal, aturannya wajib terbuka.
Terakhir, keterbukaan itu terjadi pada rentang 2022. Yakni dari 16 pos tunjangan anggota dewan, diketahui negara telah menggelontorkan Rp 34 milyar untuk anggota dan pimpinan dewan selama setahun.
Beberapa pos anggaran itu antara lain pos dana operasional pimpinan DPRD sebesar Rp 393.120.000, pos uang jasa pengabdian DPRD Rp 441.315.000, pos tunjangan transportasi DPRD Rp 7.120.800.000, serta pos tunjangan perumahan DPRD sebesar Rp 11.521.200.000.
Lalu, ada pos jaminan kematian DPRD sebesar Rp 6.876.576, pos jaminan kecelakaan kerja DPRD sebesar Rp 2.292.586, pos pembebanan PPH kepada pimpinan dan anggota DPRD sebesar Rp 89.382.540, juga pos tunjangan reses DPRD sebesar Rp 2.205.000.000.
Berikutnya, pos tunjangan komunikasi intensif pimpinan dan anggota DPRD sebesar Rp 8.820.000.000, pos tunjangan alat kelengkapan lainnya DPRD Rp 20.279.700, pos tunjangan alat kelengkapan DPRD Rp 138.303.900, serta pos tunjangan jabatan DPRD sebesar Rp 1.615.677.000.
Selanjutnya, pos uang paket DPRD sebesar Rp 95.508.000, pos tunjangan beras DPRD sebesar Rp 668.680.200, pos tunjangan keluarga DPRD sebesar Rp 156.311.400, serta pos uang representasi DPRD sebesar Rp 1.114.260.000.
Merujuk data SIRUP (sistem informasi rencana umum pengadaan) LKPP tahun 2022, diketahui ke-16 pos tunjangam dewan nangkring di lapak swakelola tipe 1. Namun, memasuki 2023 dan 2024, dokumen swakelola tidak lagi menampilkan pos tersebut alias lenyap.
Padahal, sebagaimana ketentuan berlaku, setiap rupiah uang negara yang akan dibelanjakan seharusnya muncul di SIRUP LKPP. Tidak lain, ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemenuhan aspek keterbukaan informasi publik.
Diduga, raibnya pos tunjangan dewan dari SIRUP LKPP selama dua tahun terakhir ada kaitan dengan sorotan publik soal besaran tunjangan perumahan DPRD Jombang yang disinyalir kelewat besar.
Bukan hanya angkanya yang disorot, cantolan besaran tunjangan juga diragukan. Disebut, angka tersebut hasil appraisal oleh Sucofindo. Namun soal kebenarannya, tidak satupun pihak sanggup menunjukkan dokumen dimaksud.
Bahkan, spekulasi liar menyebut bahwa angka tunjangan dewan (terutama tunjangan perumahan) adalah angka ‘politis’ untuk mengimbangi TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) pejabat Pemkab.
Bambang Sriyadi, Sekretaris DPRD Jombang saat dikonfirmasi, Rabu (19/2/2025) mengaku tidak tahu kalau sejumlah pos anggaran terkait berbagai tunjangan anggota dan pimpinan DPRD tidak nongol di SIRUP.
“Wah, saya tidak tahu. Saya tidak ikut apload. Tolong tanyakan ke umum,” kata Bambang Sriyadi.
Mukhlis, Kasubag Umum Sekretariat DPRD Jombang mengatakan, yang berwenang meng-entri data di SIRUP itu hanya PPKom (Pejajabat Pembuat Komitmen) dan ia hanya operator untuk menjalankan perintah meng-entri data terkait anggaran DPRD Jombang.
“Yang boleh di-entri itu hanya yang diluar gaji dan tunjangan,” katanya.