Penulis: Hadi S Purwanto | Editor: Wibisono
JOMBANG, SWARAJOMBANG.COM – Sudah sepekan lebih masalah tunjangan perumahan DPRD Jombang disorot, namun penyikapan dari pihak terkait belum ada sama sekali, terutama Sekretaris Dewan selaku pengguna anggaran (PA).
Jika Pemkab Jombang melalui Kabag Hukum menyebut belum ada rencana untuk mengevaluasi Perbup 5/2022 dalam waktu dekat, sikap berbeda justru ditunjukkan Sekretaris DPRD Jombang.
Hingga berita ini ditulis, (Rabu (5/3/2025), sejumlah upaya konfirmasi yang dilayangkan ke Sekwan belum berbuah klarifikasi terukur. Praktis, soal kegiatan appraisal, sejauh ini kejelasannya masih jauh panggang dari api.
Padahal, hingga memasuki kalender anggaran 2025, sedikitnya Rp 198 juta uang negara dipastikan sudah terserap. Itu, belum termasuk biaya appraisal tahun 2021 yang diakui menelan pagu Rp 100 juta.
Lantas, bagaimana status hukum anggaran yang sudah terserap tapi hasilnya masih terbilang misterius itu? Adakah hal ini layak disebut penghamburan uang negara yang berarti dugaan pidana korupsi tengah berlangsung?
Sebagaimana data pelaksanaan paket non tender LPSE Jombang 2024, diketahui, 2 paket appraisal oleh Sekretariat DPRD Jombang telah selesai dilaksanakan.
Kedua paket adalah appraisal tunjangan perumahan dan appraisal tunjangan transportasi DPRD Jombang masing-masing senilai kontrak Rp 99.095.250 dan Rp 99.010.335. Kedua paket dimenangkan KJJP Salam Dan Rekan asal Semarang.
Hingga hari ini, hasil appraisal 2024 belum diketahui. KJJP Salam Dan Rekan yang dikonfirmasi pada Selasa (25/2/2025) lalu, menolak memberikan keterangan. Sementara upaya konfirmasi ke Sekwan, sejauh ini belum membuahkan hasil.
Yang mengejutkan, Kabag Hukum Pemkab Jombang Yauma Sifa, mengaku tidak tahu-menahu soal appraisal yang dilakukan Setwan. Bahkan, pihaknya memastikan bahwa Pemkab belum ada rencana untuk mengevaluasi Perbup 5/2022 tentang tunjangan DPRD Jombang.
Lantas, apa fungsinya appraisal dan juga apa manfaat uang negara Rp 198 juta, jika sampai hari ini hasil appraisal tidak ada tindak lanjut? Bukankah yang demikian ini layak disebut tindakan mubazir yang berpotensi merugikan keuangan negara?
Lebih konyol lagi, kegiatan appraisal tunjangan DPRD Jombang tahun 2021 bahkan masih berbungkus misteri. Klaim bahwa appraisal telah dilaksanakan dengan pagu Rp 100 juta, sejauh ini hasilnya tidak pernah dibuka ke publik.
Sehingga, appraisal benar dilakukan atau tidak, itu masih jauh dari terang-benderang. Padahal, hasil appraisal dijadikan dasar terbitnya Perbup 5/2022 yang telah melambungkan tunjangan perumahan anggota DPRD Jombang menjadi Rp 18.800.000 per bulan. (*)