Penulis: Zulkarnaen | Editor: Hadi S Purwanto
SURABAYA, SWARAJOMBANG.com – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai pengaturan terkait speaker atau pengeras suara di masjid dan mushola yang dikeluarkan Menteri Agama melalui Surat Edaran yang bersifat nasional dinilai kurang bijak.
Karena, menurut Senator asal Jawa Timur itu, tidak semua tempat memerlukan pengaturan yang mengatur secara ketat, apa yang boleh menggunakan speaker luar, dan apa yang harus menggunakan speaker dalam masjid.
“Karena bunyi-bunyian, apakah itu tarhim, sholawatan, dzikir setelah sholat, khutbah Jumat, tadarus ramadhan dan lainnya, yang menggunakan speaker luar, di beberapa tempat sudah menjadi kearifan lokal di daerah tersebut. Sehingga tidak bisa disamakan dengan di semua tempat,” tukas LaNyalla di sela agenda reses di Jawa Timur, Rabu (23/2/2022).
Dikatakan LaNyalla, di Samosir, Minahasa atau Bali aturan tersebut sangat cocok, tetapi di Aceh tentu tidak tepat. Begitu juga dengan daerah-daerah lain.
Sehingga, menurut LaNyalla, aturan tersebut tidak tepat bila diberlakukan universal di negara yang mayoritas penduduknya muslim.
“Di tempat yang mayoritas penduduknya non-muslim, atau kota urban padat penduduk pekerja pagi, aturan ini bisa diterapkan, sebagai bentuk penghargaan terhadap sesama warga bangsa. Jadi menurut saya, setelah dipetakan, cukup dilakukan melalui DKM di masing-masing masjid atau mushola,” tandas tokoh Pemuda Pancasila tersebut.
LaNyalla mengingatkan, bahwa fungsi speaker luar di beberapa daerah tertentu malah menjadi membuat masyarakat merasa lebih tentram, karena merasa aman dan dapat menghindari potensi kejahatan, apalagi daerah yang sepi dan jarang penduduknya.
Seperti diberitakan, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Pedoman Penggunaan pengeras suara di masjid dan mushola.
Pada poin nomor 5 disebutkan tentang pembinaan dan pengawasan. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan SE itu menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.