Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi dalam pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan nilai proyek mencapai Rp 2,1 triliun, periode 2020 hingga 2024. Kerugian negara yang timbul akibat korupsi diperkirakan sekitar Rp 744,5 miliar.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menggelar konferensi pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu 9 Juli 2025.
Perkaranya nya menyangkut pengadaan mesin EDC (Electronic Data Capture), adalah perangkat yang digunakan untuk memproses pembayaran elektronik secara cepat dan aman menggunakan kartu debit, kredit, atau e-wallet.
Mesin ini berfungsi untuk membaca data pada kartu pelanggan, mengirimkan informasi transaksi ke sistem perbankan secara real-time, dan mencetak bukti pembayaran seperti struk.
Dengan EDC, pelanggan dapat melakukan transaksi non-tunai dengan mudah tanpa harus membawa uang fisik dalam jumlah besar
KPK mengumumkan penetapan lima tersangka dan mengungkap detail modus serta kerugian negara dalam kasus ini.
- Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI
- Indra Utoyo, mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI
- Dedi Sunardi, mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI
- Elvizar, Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi
- Rudy Suprayudi Kartadidjaja, Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi
Modus korupsi yang diungkap KPK meliputi pengondisian proses pengadaan yang tidak sesuai mekanisme pengadaan barang dan jasa, termasuk pembelian EDC dalam jumlah besar tanpa prosedur yang benar selama empat tahun berturut-turut. Hal ini menyebabkan kerugian negara yang signifikan.
Selain itu, KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk kantor pusat BRI dan rumah tersangka, serta menyita sejumlah aset terkait kasus ini. KPK juga mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri untuk memperlancar proses penyidikan.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan pejabat tinggi BRI dan perusahaan swasta dalam skema korupsi pengadaan alat pembayaran digital yang seharusnya mendukung layanan perbankan, namun justru merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
KPK merilis keterangan resmi tentang dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di BRI pada Rabu, 9 Juli 2025 dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Pada kesempatan tersebut, KPK mengumumkan penetapan lima tersangka dan mengungkap detail modus serta kerugian negara dalam kasus ini.
Berikut kronologi:
2019: Sebelum pengadaan EDC dimulai, terjadi beberapa pertemuan antara pihak-pihak terkait, termasuk mantan Wakil Direktur Utama BRI (CBH) dan mantan Direktur Digital BRI (IU), dengan pihak swasta yang menjadi penyedia EDC.
2020-2024: Pengadaan mesin EDC dilakukan dengan nilai proyek mencapai Rp 2,1 triliun. Dalam proses ini terjadi pengondisian dan permainan harga sehingga harga pengadaan menjadi lebih mahal dari seharusnya, merugikan negara sekitar Rp 744,5 miliar.
26 Juni 2025: KPK melakukan penggeledahan di dua lokasi, yaitu Kantor Pusat BRI di Jalan Sudirman dan lokasi lain di kawasan Gatot Subroto, Jakarta. Penyidik menyita uang tunai, deposito, dokumen, dan barang bukti elektronik yang terkait dengan kasus ini senilai total Rp 33,3 miliar.
Awal Juli 2025: KPK mencegah 13 orang, termasuk dua mantan petinggi BRI yang terlibat dalam pengadaan, untuk bepergian ke luar negeri guna memperlancar proses penyidikan.
9 Juli 2025: KPK secara resmi menetapkan lima tersangka, yaitu tiga mantan pejabat BRI (Catur Budi Harto, Indra Utoyo, dan Dedi Sunardi) serta dua direktur perusahaan swasta (Elvizar dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja). KPK mengumumkan dugaan korupsi ini dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Modus korupsi melibatkan pengaturan proses pengadaan yang tidak sesuai prosedur, penggelembungan harga, dan pemberian keuntungan atau komisi kepada para tersangka.
Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan pimpinan BRI dan perusahaan penyedia alat pembayaran digital yang seharusnya mendukung layanan perbankan. **