Penulis: Saifudin | Editor: Priyo Suwarno
TRENGGALEK, SWARAJOMBANG.COM- Kiai Imam Syafi’i alias Kiai Supar, 52, membantah seluruh tuduhan jaksa bahwa dirinya pelaku yang menghamili santriwatinya, bahwa pelakunya jin ‘perewangan’ yang menjelma menjadi dirinya, bukan dirinya sebagai pelaku.
Oleh karena itu, Kiai Supar minta agar dibebaskan dari segala tuntutan dalam kasus kehamilan satriwatinya. Pernyataan itu disampaikan dalam sidang conis, di PN Trenggalek, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dian Nur Pratiwi, 27 Februari 2025.
Terdakwa juga menolak juga meminta maaf kepada korban dan keluarganya karena ia mengklaim bahwa dirinya tidak melakukan tindakan asusila tersebut. Sikapnya yang tidak menunjukkan rasa bersalah dan enggan bertanggung jawab ini semakin memperburuk keadaan bagi keluarga korban.
Kiai Supar berpegang pada dalih bahwa ia bisa menggandakan diri menjadi beberapa orang, sehingga merasa tidak perlu meminta maaf atau mengakui kesalahannya.
Dalam sidang terbukti berdasarkan hasil tes DNA, bahwa anak yang dilahirkan oleh satriwatinya itu adalah identik dengan DNA Kiai Supar. Jaksa menuduh terdawka telah melakukan ruda paksa dan menggauli santriwatinya hingga hamil dan melahirkan bayi. Disebutkan tindakan ini dilakukan sebanyak lima dalam kurun 2022-2024 di lingkungan pesantren.
Pemilik pondok itu melakukan perbuatan keji tersebut di ruang kelas dan kamar khusus di samping mihrab masjid. Hakim menilai perbuatan ini terjadi karena ada relasi kuasa antara Supar sebagai guru dan pengasuh pesantren, yang membuat korban tidak berdaya untuk menolak.
Meskipun terus membantah, hakim menilai pembelaan Supar tidak masuk akal. Berdasarkan kesaksian korban, saksi, serta alat bukti, majelis hakim menyatakan dakwaan jaksa telah terbukti kebenarannya.
Ketua majelis hakim pun kemudian menjatuhkan vonis hukuman untuk Kiai Supar dengan vonis hukuman 14 tahun penjara, denda Rp 200 juta, serta restitusi Rp 106 juta kepada korban. Bila terdakwa tidak membayar, denda dan resitusi tersebut, maka pengadilan akan menyita harta bendanya.
Putusan Restitusi
Hakim juga membuat putusan restusi atau ganti rugi yang wajib dibayarkan oleh pelaku kejahatan kepada korban sebesar Rp 106 juta, sebagai ganti rugi yang dialami santriwati sebagai korban pemerkosaan.
Berdasarkan berdasarkan Pasal 81, Ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 20162. Kiai Supar diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp 106.541.500 kepada korban.
Jika dalam waktu 30 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap Kiai Supar tidak membayar restitusi, maka aset miliknya akan disita oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dilelan. Hasil lelang akan diberikan kepada korban. Jika hasil lelang tidak mencukupi, Kiai Supar akan dikenai tambahan hukuman penjara selama satu tahun.
Tujuan Restitusi: Restitusi ini bertujuan untuk memulihkan kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh Kiai Supar. Kerugian ini bisa berupa kerugian materiil maupun immateriil.
Hakim mempertimbangkan sikap terdakwa yang tidak menunjukkan penyesalan sebagai faktor yang memberatkan dalam putusan. Tindakan terdakwa dianggap meresahkan masyarakat, mencoreng citra lembaga keagamaan, dan menyebabkan kesengsaraan pada korban14.
Dengan demikian, vonis restitusi ini merupakan bentuk tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh Kiai Supar sebagai pelaku kejahatan, sebagai kompensasi atas dampak buruk yang dialami korban
Polisi menetapkan Kiai Supar sebagai tersangka, Oktober 2024, atas sangkaan melakukan ruda paksa terhadap santriwati yang mengakibatkan korban hamil dan melahirkan.
Pelimpahan perkara dan persidangan mulai November 2024, jaksa menutut hukuman delapan tahun penjara. Hakim menjatuhkan vonis hukuman 14 tahun, 27 Februari 2025.
Kiai Supar adalah pemilik Pondok Pesantren Mambaul Hikam memiliki sekitar 350 santri yang mukim maupun laju, di Dusun Karangsono, Kecamatan Kampak, Trenggalek, Jawa Timur, dirikan tahun 2001. **