Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita aset senilai total Rp6,8 triliun dari kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat PT Duta Palma Group milik Surya Darmadi, Kamis 8 Mei 2025.
Sementara itu, pada konferensi pers tanggal 8 Mei 2025, Kejaksaan Agung secara khusus memamerkan dan mengumumkan penyitaan uang tunai sebesar Rp479,175 miliar yang berasal dari dua anak perusahaan PT Darmex Plantations, yaitu PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa.
Uang ini merupakan bagian dari total aset yang disita dan diduga hasil tindak pidana pencucian uang yang akan dikirim ke luar negeri.
Jadi, Rp479 miliar adalah bagian dari total aset sitaan Rp6,8 triliun yang telah dikumpulkan Kejaksaan Agung dalam kasus ini. Konferensi pers tanggal 8 Mei 2025 menampilkan uang tunai Rp479 miliar secara fisik sebagai bukti penyitaan terbaru, namun total keseluruhan aset yang disita jauh lebih besar, mencapai Rp6,8 triliun termasuk uang dalam berbagai mata uang asing
Dari jumlah tersebut, sekitar Rp6,3 triliun berupa uang rupiah, sedangkan sisanya merupakan mata uang asing seperti dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, dolar Australia, yuan, yen, won, dan ringgit Malaysia.
Uang ini disita sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian keuangan negara akibat aktivitas ilegal perusahaan tersebut, termasuk pengelolaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit tanpa izin yang sah.
Selain uang tunai dalam jumlah besar tersebut, Kejagung juga telah menyita uang tunai sebesar Rp479 miliar yang berasal dari dua anak perusahaan PT Darmex Plantations, yaitu PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa, yang merupakan bagian dari grup Duta Palma.
Uang ini ditemukan dalam bentuk tumpukan uang pecahan Rp100 ribu yang disiapkan untuk dikirim ke luar negeri, diduga sebagai hasil kejahatan yang akan dicuci melalui jasa perbankan ke Hong Kong.
Kejagung telah menetapkan tujuh korporasi sebagai tersangka dalam kasus ini, lima di antaranya terkait korupsi dan dua lainnya terkait pencucian uang.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya menyeret Surya Darmadi, dengan fokus pada pengelolaan lahan hutan yang tidak sesuai peruntukannya untuk usaha perkebunan sawit.
Penyidikan masih berlangsung dan Kejagung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini guna memulihkan kerugian negara dan menindak pelaku sesuai hukum yang berlaku.
Kronologi
2003-2007: Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman, menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan milik PT Duta Palma Group, yaitu PT Banyu Bening Utama (2003), serta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur (2007).
2003-2022: PT Duta Palma Group menggarap lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, tanpa izin yang sah. Lahan ini merupakan kawasan hutan yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk perkebunan sawit.
2014: Surya Darmadi, pemilik Duta Palma, sebelumnya sudah pernah ditetapkan tersangka kasus korupsi revisi alih fungsi hutan oleh KPK.
1 Agustus 2022: Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang oleh Kejaksaan Agung atas penyerobotan lahan sawit yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp78 triliun.
Surya Darmadi mangkir dari panggilan penyidik sebanyak tiga kali sebelum akhirnya menyerahkan diri setelah adanya surat menyurat antara Kejaksaan Agung dan pihak Surya.
23 Februari 2023: Surya Darmadi menjalani sidang vonis dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara serta kewajiban membayar uang pengganti Rp2,2 triliun. Vonis ini mendapat apresiasi dari Menko Polhukam Mahfud MD sebagai setimpal dengan kasus korupsi terbesar di Indonesia.
2024: Kejaksaan Agung mengembangkan kasus dengan menetapkan tujuh korporasi sebagai tersangka, termasuk PT Asset Pasific yang diduga menjadi sarana pencucian uang hasil korupsi Duta Palma.
Juli-September 2024: Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan dan penyitaan uang tunai senilai ratusan miliar rupiah dan mata uang asing di beberapa lokasi, termasuk Menara Palma dan Palma Tower di Jakarta Selatan. Uang tersebut merupakan hasil pencucian uang dari aktivitas korupsi Duta Palma.
Penetapan PT Asset Pasific sebagai tersangka TPPU pada 22 Juli 2024 dan penyitaan aset serta uang tunai pada September 2024 sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara.
Kasus ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia dengan nilai kerugian negara mencapai Rp100 triliun dan penyitaan aset serta uang tunai mencapai triliunan rupiah. Penyidikan masih terus berlanjut untuk menuntaskan jaringan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan PT Duta Palma Group dan afiliasinya. **