Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
SURABAYA, SWARAJOMBANG.COM- Kasus penahanan ijazah oleh perusahaan kembali menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, viral di berbagai platform media sosial.
Fenomena ini mencuat setelah adanya tindakan nyata dari Wakil Wali Kota Surabaya, Cak Armuji, yang secara langsung turun tangan menanggapi aduan seorang mantan karyawan yang ijazahnya masih ditahan oleh perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya.
Langkah mediasi yang diupayakan oleh Wakil Wali Kota Surabaya sayangnya belum membuahkan hasil yang diharapkan. Pihak perusahaan menunjukkan sikap resisten dalam proses penyelesaian masalah ini, sehingga mediasi menemui jalan buntu.
Menyikapi permasalahan yang merugikan pekerja ini, pengacara Muhammad Sholeh, yang lebih dikenal dengan sapaan akrab Cak Sholeh, memberikan pernyataan tegas. Ia meluruskan pemahaman mengenai praktik penahanan ijazah dalam konteks hukum ketenagakerjaan di Indonesia.
Menurut Cak Sholeh, dasar hukum ketenagakerjaan di Indonesia, baik undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya, secara eksplisit tidak mengatur atau mewajibkan penyerahan ijazah sebagai jaminan selama masa kerja.
“Teman-teman, yang harus dipahami bahwa di dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia, baik undang-undang maupun turunannya, tidak ada klausul soal kewajiban menyerahkan ijazah sebagai jaminan kerja,” tegasnya melalui akun media sosial pribadinya pada tanggal 12 April 2025.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa praktik penahanan ijazah tidak memiliki landasan hukum yang kuat dalam peraturan ketenagakerjaan.
Lebih lanjut, Cak Sholeh menjelaskan bahwa tidak ada aturan khusus yang mengatur mengenai status ijazah ketika seorang karyawan mengundurkan diri dari perusahaan.
“Tidak juga diatur saat karyawan resign. Artinya, ada kekosongan hukum,” lanjut Cak Sholeh.
Kekosongan hukum dalam ranah ketenagakerjaan terkait penahanan ijazah saat resign ini menjadi celah yang seringkali dimanfaatkan oleh perusahaan.
Dalam kondisi kekosongan hukum terkait peraturan ketenagakerjaan tersebut, maka yang menjadi pedoman adalah pada ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai landasan hukum yang dapat diterapkan.
“Kalau kamu kerja, lalu resign, dan ijazahmu ditahan, maka itu bisa dilaporkan sebagai penggelapan barang menurut Pasal 372 KUHP,” jelasnya.
Pasal 372 KUHP mengatur mengenai tindak pidana penggelapan, yang dalam konteks ini, ijazah dianggap sebagai barang berharga milik karyawan.
Ancaman hukuman bagi pelaku penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, tidaklah ringan.
Cak Sholeh menekankan bahwa ancaman pidana penjara bagi pelaku dapat mencapai hingga empat tahun. Lebih lanjut, dalam kasus penahanan ijazah secara melawan hukum, ia berpendapat bahwa pihak kepolisian memiliki wewenang untuk melakukan penahanan terhadap pelaku.
Untuk mengatasi praktik yang merugikan pekerja ini, Cak Sholeh menawarkan solusi konkret.
“Solusinya satu: supaya perusahaan tidak mentang-mentang, laporkan ke polisi. Viralkan laporan itu,” ujarnya dengan nada lantang. Ia mendorong para korban untuk tidak ragu melaporkan tindakan penahanan ijazah ke pihak berwajib dan sekaligus mempublikasikannya agar mendapatkan perhatian yang lebih luas.
Cak Sholeh menguraikan lebih lanjut mengenai manfaat dari tindakan memviralkan kasus penahanan ijazah.
“Satu, perusahaan akan malu. Dua, polisi akan gercep (gerak cepat) memanggil pelaku, dan jika unsur penggelapannya terpenuhi, segera dilakukan penangkapan,” sebutnya.
Dengan viralnya kasus, diharapkan akan timbul efek jera bagi perusahaan yang melakukan praktik serupa dan mendorong aparat kepolisian untuk bertindak lebih responsif.
Ironisnya, Cak Sholeh mengungkapkan bahwa fenomena penahanan ijazah bukanlah isu yang baru. Ia menyayangkan bahwa banyak masyarakat yang merasa resah dan dirugikan oleh praktik ini, namun seringkali tidak mengetahui langkah hukum yang dapat ditempuh.
“Artinya, kasus ini banyak. Tinggal kepolisian harus gerak cepat menindaklanjuti laporan dari mantan karyawan,” pungkasnya, menyerukan tindakan proaktif dari pihak kepolisian dalam menangani laporan terkait penahanan ijazah.
Dengan mengusung semangat “No Viral No Justice”, Cak Sholeh mengajak seluruh masyarakat untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi ketidakadilan. Ia menekankan pentingnya menjadikan hukum sebagai upaya pembelaan terakhir yang tidak boleh dikompromikan dalam memperjuangkan hak-hak pekerja.***