Penulis: Mayang Kresnaya Mahardhika | Editor: Priyo Suwarno
BANDUNG. SWARAJOMBANG.COM- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melakukan pemangkasan dana hibah untuk pesantren dalam APBD Jawa Barat tahun 2025 secara signifikan, sebelumnya direncanakan mencapai Rp153,580 miliar kini dipangkas drastis menjadi hanya sekitar Rp9,25 miliar.
Akibatnya, dari rencana awal lebih dari 370 lembaga pesantren penerima hibah, hanya dua lembaga yang masih tercatat menerima dana hibah, yaitu Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jawa Barat dengan alokasi Rp9 miliar dan yayasan Mathlaul Anwar di Kabupaten Bogor sebesar Rp250 juta.
Pernyataan terkait pemangkasan dana hibah untuk pesantren di Jawa Barat disampaikan secara resmi oleh Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, dalam konferensi pers yang berlangsung di Bandung pada Selasa, 22 April 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Herman menjelaskan bahwa keputusan pemangkasan dana hibah merupakan bagian dari skala prioritas anggaran dan efisiensi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga mengonfirmasi kebijakan efisiensi anggaran yang termasuk pemangkasan dana hibah pesantren dalam berbagai pernyataannya, meskipun pernyataan resmi terkait pemangkasan dana hibah secara langsung lebih banyak dikaitkan dengan konferensi pers yang dipimpin oleh Sekda Herman Suryatman pada tanggal tersebut.
Pemangkasan dana hibah untuk pesantren di Jawa Barat secara resmi dinyatakan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Ia menyampaikan bahwa pemangkasan ini merupakan bagian dari upaya pembenahan tata kelola bantuan dan pemerataan distribusi dana pendidikan berbasis agama, serta karena banyak lembaga penerima hibah ternyata tidak resmi atau “bodong” dan ada indikasi keterkaitan dengan kepentingan politik.
Dedi Mulyadi juga menegaskan bahwa bantuan hibah ke depan akan lebih difokuskan pada madrasah tsanawiyah dengan pertimbangan teknis dan kebutuhan lebih objektif
Pemangkasan ini dilakukan karena ditemukan banyak lembaga pesantren yang tidak resmi (bodong) dan adanya indikasi hibah yang terafiliasi dengan kepentingan politik.
Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa bantuan hibah ke depan akan lebih difokuskan pada madrasah tsanawiyah dengan mempertimbangkan aspek teknis dan kebutuhan yang lebih objektif daripada kepentingan politik.
Secara keseluruhan, dana hibah dari Biro Kesra yang sebelumnya sekitar Rp153,845 miliar juga mengalami penurunan drastis menjadi sekitar Rp132,510 miliar, dengan alokasi khusus untuk pesantren yang turun dari Rp153,580 miliar menjadi Rp9,250 miliar.
Jadi, nilai pemangkasan dana hibah pesantren oleh Dedi Mulyadi mencapai lebih dari Rp144 miliar dari rencana awal di tahun 2025.
Pemotongan dana hibah untuk pondok pesantren di Jawa Barat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2025, dengan pengumuman dan kebijakan resmi yang disampaikan pada tanggal 22 April 2025.
Pemangkasan ini merupakan bagian dari efisiensi anggaran dan realokasi dana sebesar Rp5,1 triliun yang difokuskan pada prioritas pembangunan infrastruktur dan sektor lain yang dianggap lebih mendesak. Kebijakan ini diumumkan dalam konferensi pers yang berlangsung pada 22 April 2025 dan mulai berlaku dalam pelaksanaan APBD 2025.
Reaksi pengurus pesantren atas pemotongan dana hibah oleh Pemprov Jawa Barat cenderung mengandung keluhan dan kekhawatiran. Banyak warga dan pengurus pesantren menyampaikan keluhan terkait penghapusan dana hibah ini karena sangat berdampak pada keberlangsungan pesantren yang sebelumnya mengandalkan dana tersebut.
Namun, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Sekda Herman Suryatman menjelaskan bahwa pemangkasan ini adalah keputusan berdasarkan skala prioritas dan waktu pelaksanaan anggaran, dengan fokus utama dialihkan ke pembangunan infrastruktur dan sektor prioritas lain.
Herman juga menegaskan bahwa meskipun hibah untuk pesantren dipangkas drastis, peran pesantren tetap diperhatikan oleh pemerintah, dan masalah lain terkait pesantren tidak diabaikan sepenuhnya.
Selain itu, ada pengingat dari legislator di DPRD Jawa Barat yang menekankan pentingnya memperhatikan pesantren sesuai dengan Perda Pesantren yang dimiliki Jawa Barat, agar dana hibah tetap dialokasikan secara regulatif dan tidak diabaikan dalam efisiensi anggaran. Namun secara umum, pengurus pesantren merasa terdampak negatif karena dana hibah yang sangat berkurang drastis ini. **