Penulis: Jayadi | Penulis: Aditya Prayoga
NEWYORKS, SWARAJOMBANG Pernahkah Anda meminta anak berhenti menangis saat mereka sedang emosi? Mungkin karena sedang sibuk, lelah, atau bahkan merasa kesal dengan situasi tersebut.
Banyak orang tua mengira ini cara membantu anak menjadi tenang, lebih tangguh, atau kembali fokus pada aktivitas. Namun tahukah Anda, kebiasaan melarang anak mengekspresikan air mata justru berpotensi memengaruhi kesehatan mental dan kemampuan regulasi emosi mereka?
Ahli parenting Taniesha Burke, PhD melalui tulisannya menjelaskan bahwa menangis merupakan mekanisme alamiah anak dalam mengomunikasikan perasaan. Artikel tersebut juga menyertakan sepuluh contoh kalimat alternatif pengganti “jangan menangis” yang lebih konstruktif.
Perlu dipahami bahwa mengalihkan perhatian anak saat menangis tidak selalu disarankan para ahli, karena bisa menimbulkan persepsi ketidakhadiran empati. Namun strategi ini bisa digunakan setelah orang tua memahami akar masalah melalui pendekatan dialogis.
Berikut alternatif respons yang direkomendasikan:
- “Kamu boleh menangis. Ayah/Ibu tetap di sini menemani.”
Menegaskan kehadiran orang tua sebagai sumber kenyamanan sekaligus membangun rasa aman emosional. - “Kelihatannya kamu sedih karena sesuatu. Mau berbagi cerita?”
Mengundang komunikasi terbuka sambil memvalidasi keadaan psikologis anak. - “Ayah/Ibu menyimak apa yang kamu rasakan.”
Membangun kepercayaan bahwa setiap emosi berhak mendapat ruang ekspresi. - “Sepertinya ada perasaan yang ingin kamu tunjukkan?”
Melatih kesadaran emosional (emotional awareness) melalui identifikasi perasaan. - “Ayah/Ibu paham ini tidak menyenangkan. Ada yang bisa kita lakukan bersama?”
Mengombinasikan empati dengan problem-solving untuk meningkatkan resiliensi. - “Ceritakan perlahan-lahan, Ayah/Ibu benar-benar mendengarkan.”
Menciptakan ruang dialog yang bebas dari penghakiman. - “Sensitivitas emosimu adalah hal yang wajar.”
Menormalkan (normalisasi) berbagai bentuk ekspresi perasaan sebagai bagian dari perkembangan. - “Ayah/Ibu selalu menyayangimu dalam kondisi apapun.”
Menanamkan dasar keamanan psikologis melalui penerimaan tanpa syarat. - “Maafkan Ayah/Ibu jika ini menyakitkan. Mari cari jalan keluar.”
Menunjukkan kerendahan hati orang tua sekaligus mengajak kolaborasi. - “Kamu tidak sendiri. Kita bisa hadapi ini berdua.”
Memperkuat konsep dukungan sosial dan kebersamaan dalam menghadapi kesulitan.***