Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- TNI Angkatan Laut (TNI AL) memiliki tunggakan utang pembayaran bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Pertamina sebesar Rp 5,45 triliun. Kepala Staf TNI AL, Laksamana Muhammad Ali, mengungkapkan bahwa utang ini terdiri dari tunggakan sebelumnya sebesar Rp 2,25 triliun dan tagihan baru sebesar Rp 3,2 triliun.
Penyataan ini muncul pada 28 April 2025, pada saat Kepala Staf TNI AL, Laksamana Muhammad Ali, menyampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI di kompleks parlemen Jakarta bahwa utang tersebut sangat mengganggu operasional TNI AL.
Laksamana TNI Muhammad Ali menyampaikan bahwa harga BBM untuk TNI AL masih dikenakan harga industri, berbeda dengan perlakuan yang diterima Polri. Ia mengusulkan agar BBM untuk kebutuhan kapal TNI AL diberi subsidi seperti yang berlaku untuk Polri. Ali menyampaikan hal ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI pada 28 April 2025
Utang ini sangat mengganggu operasional TNI AL, karena penggunaan BBM yang besar, termasuk kebutuhan bahan bakar saat kapal dalam posisi bersandar untuk menjaga peralatan elektronik tetap hidup.
TNI AL meminta agar utang tersebut diputihkan atau dihapuskan. Selain itu, KSAL juga mengusulkan agar harga pembelian BBM untuk TNI AL tidak lagi menggunakan harga industri, melainkan dialihkan menjadi harga subsidi seperti yang diterapkan pada Polri. Ia juga berharap pengelolaan bahan bakar untuk operasional TNI dapat diatur secara terpusat oleh Kementerian Pertahanan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji permintaan TNI AL tersebut, namun belum memastikan apakah pemutihan utang akan disetujui karena perlu kajian lebih lanjut.
Singkatnya, TNI AL punya utang BBM ke Pertamina sebesar Rp 5,45 triliun dan telah mengajukan permohonan agar utang tersebut diputihkan, sementara pemerintah masih dalam proses kajian terkait permintaan ini.
Menumpuk
Selama bertahun-tahun, TNI AL menumpuk utang pembayaran bahan bakar minyak (BBM) kepada Pertamina yang terus meningkat. Pada tahun 2006, utang TNI kepada Pertamina sudah mencapai Rp 1 triliun dan terus bertambah hingga mencapai Rp 7 triliun pada 2009, serta Rp 10 triliun pada 2017.
Pada Desember 2019, Pertamina dan Kementerian Pertahanan menandatangani nota kesepahaman untuk pengadaan bahan bakar dan pelumas bagi TNI agar kebutuhan operasional dapat terpenuhi secara berkelanjutan.
Namun, hingga April 2025, TNI AL masih memiliki tunggakan utang BBM sebesar Rp 3,2 triliun, yang merupakan akumulasi dari tunggakan sebelumnya sebesar Rp 2,25 triliun, sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 5,45 triliun.
Ia meminta agar tunggakan utang BBM tersebut diputihkan atau dihapuskan. Selain itu, ia mengusulkan agar harga BBM untuk TNI AL dialihkan dari harga industri menjadi harga subsidi seperti Polri, dan pengelolaan bahan bakar diatur secara terpusat oleh Kementerian Pertahanan.
Permintaan pemutihan utang ini sedang dikaji oleh pemerintah dan Pertamina, namun belum ada keputusan final terkait penghapusan utang tersebut.
Singkatnya, utang TNI AL kepada Pertamina menumpuk selama hampir dua dekade dan mencapai triliunan rupiah, hingga akhirnya pada April 2025 KSAL secara resmi meminta agar utang itu diputihkan demi kelancaran operasional TNI AL. **