Penulis: Anwar Hudijono | Editor: Hadi S Purwanto
MALANG, SWARAJOMBANG.com – Karut marut pelaksanaan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 bukan karena konsepnya yang lemah, tetapi sering kali pemerintah daerah kurang memahami secara utuh dalam implementasinya.
Demikian Prof Dr Waras Kamdi MPd, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang (UM) yang dihubungi di Malang, Senin (31/7/2023).
Sebelumnya viral diberitakan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengaku tiap tahun kena getah kebijakan sistem zonasi PPDB. Dikatakan, kebijakan sistem zonasi PPDB bukanlah kebijakannya, melainkan kebijakan Mendikbud sebelumnya yaitu Prof Muhadjir Effendy.
Nadiem pun mengakui bahwa kebijakan ini tentu membuatnya repot. Namun, ia merasa sistem zonasi PPDB penting sehingga perlu dilanjutkan.
“Itu zonasi, kebijakan zonasi itu bukan kebijakan saya, kebijakan sebelumnya. Kebijakan Pak Muhadjir,” kata Nadiem Makarim di pagelaran Belajaraya 2023, Pos Bloc, Jakarta Pusat, Sabtu (29/7/2023).
Menurut Waras, sistem zonasi sebenarnya relatif bagus. Merupakan upaya terstruktur dan terpadu untuk memenuhi hak setiap warga negara mendapatkan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Kemudian perlu direspon dengan kebijakan-kebijakan pemerataan mutu pendidikan di daerah.
Misalnya, meratakan SDM yang bermutu, membangun jaringan belajar yg bisa medistribusikan para champion di sekolah menjadi milik semua, sehingga masyarakat merasakan sekolah di mana pun di daerah itu mendapat akses sumber belajar yg sama mutunya.
Akselerasi pemerataan mutu pendidikan di daerah ini, menurut dia, harus dikejar dengan memberdayakan teknologi pendidikan. Pemda bisa prioritaskan belanja investasi teknologi pendidikan untuk pemerataan mutu pendidikan.
Lebih lanjut Waras mengatakan, zonasi banyak bertumpu pada pengaturan pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemkot/pemkab. Dalam peraturan menteri (Permen) Dikbudristek 2021 banyak pasal yang pengaturannya diberikan kepada Pemda. Hal itu tidak salah karena karakteristik dan sebaran sekolah tiap daerah berbeda.
“Sayangnya, Pemda memahami Permen PPDB hanya sebatas aturan yang harus ditindaklanjuti. Kurang memahami secara utuh misi utama dari sistem zonasi. Jadinya pengaturan dalam implementasi Permen itu di daerah semrawut. Tidak sedikit daerah yang mendefinisikan zonasi berdasarkan batas wilayah administratif,” katanya.
Ia mencontohkan anak-anak Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, akses terdekatnya dengan SMA-SMA Kota Malang atau Kota Batu. Tapi karena zonasinya didefinisikan wilayah administratif, mereka hanya bisa akses satu SMA terdekat di Kota Malang (lintas zona hanya boleh memilih satu sekolah). Dua pilihan sekolah lainnya SMAN Ngantang, SMAN Kasembon, SMAN Singosari karena di Kecamatan Dau tidak ada SMAN. Jarak sekolah-sekolah itu lebih 10 km yang sulit diakses dengan sarana transportasi publik.
Pemberdayaan sekolah swasta
Dikatakan, pengawasannya juga tidak efektif. Praktik numpang ke kartu keluarga (KK) dekat sekolah yg diinginkan dibiarkan malah diam-diam oknum sekolah yg memberi tips demikian.
Kendala lain yang menyebabkan sistem zonasi yang sudah berumur 5 tahun tidak bisa berjalan efekif antara lain, lokasi sekolah tidak selalu menyebar. Kepadatan penduduk dan perkembangan pemukiman baru tidak selalu linier dengan keberadaan sekolah di zona itu, sehingga ada wilayah yang jumlah penduduknya banyak tetapi tidak ada sekolah negeri.
“Setiap orang tua pasti mendambakan anaknya berada di sekolah bermutu, sehingga sekolah yang difavoritkan tetap menjadi pilihan. Akan tetapi ini akan teratasi jika pemda mampu memeratakan mutu sekolah,” tegasnya.
Ketidakjujuran, memanipulasi data kependudukan (tempat tinggal) tidak perlu terjadi atau menjadi tidak relevan, jika pemda mampu mendistribusi sumber belajar dan SDM bermutu ke semua sekolah. “Terobosan cepatnya, optimalkan penggunakan teknologi pendidikan, bangun jaringan belajar yg mampu memeratakan akses mutu, menyerupai block chain system,” katanya.
Dia mengatakan, pemberdayaan sekolah swasta juga harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Daya tampung SMAN tidak sebanding dengan lulusan SLTP. Ada kesan sekolah swasta sekarang makin dibiarkan dan tidak dianggap mitra pemerintah. Guru-guru swasta yg diangkat ke P3K tak perlu harus semuanya ditarik ke sekolah negeri.