Penulis: Zainul A Basuni | Editor: Hadi S Purwanto
MALANG, SWARAJOMBANG.com – Kemunculan Menteri Koordinatir Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy di bursa calon Wakil Presiden pada Pemilu 2024 bisa mengulang sejarah kemunculan Boediono pada Pemilu 2009. Boediono yang nyaris tidak terdengar, tidak masuk lembaga survei, namun akhirnya dijadikan Cawapresnya SBY dan menang.
Demikian pakar politik dari Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Abdul Aziz SR di Malang, Rabu (3/5/2023).
Menurut dia, kalau Muhadjir muncul sebagai Cawapres alternatif untuk siapapun Capresnya adalah sesuatu yang normal dan wajar saja. Apalagi Muhadjir selain memang punya mutu diri secara intelektual dan kepribadian, juga memiliki pengalaman manajerial di pemerintahan.
Demokrasi, katanya, memberi peluang kepada setiap orang untuk berpartisipasi serta masuk ke arena kompetisi pemilu. Muhadjir tak terkecuali, punya hak politik sekaligus punya bekal yang cukup untuk meramaikan kompetisi.
“Sebagai tokoh nonpartai politik, Muhadjir dapat disandingkan dengan capres manapun. Ke Anies Baswedan oke. Ke Ganjar Pranowo bisa. Ke Prabowo Subianto tidak masalah. Sebagai tokoh dan intelektual yang dekat ke label Muslim (Muhammadiyah), Muhadjir tentu memiliki dan membawa gerbong yang penuh penumpang,” tegasnya.
Modal lain yang dia miliki adalah modal jaringan sebagai tokoh alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Muhadjir juga memiliki kemampuan komunikasi yang baik, karena melekat darah aktivis dalam dirinya.
“Ia memiliki kematangan dalam mengambil keputusan dan bijak dalam menyikapi segala sesuatu. Tentu karena pengalaman sebagai rektor perguruan tinggi terkemuka, juga sebagai menteri yang sudah senior,” tegas dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB ini.
Dia menambahkan, Muhadjir memiliki akseptabilitas yang kuat. Dia bisa diterima dengan baik tidak hanya di kalangan Muhammadiyah, tapi juga NU, KAHMI, non muslim dan banyak kalangan lain.
Terkait namanya yang tidak masuk radar lembaga survei sebagaimana cawapres yang lain, bagi Aziz, tidak ada masalah. Sebab memang selama ini tidak disebut-sebut untuk itu.
“Dulu Boediono awalnya tidak masuk survei sama sekali. Baru setelah dicalonkan tercover survei. Demikian pula KH Ma’ruf Amin. Toh akhirnya mereka menang,” tegasnya.