Penulis: Anwar Hudijono | Editor: Hadi S Purwanto
YOGYAKARTA , SWARAJOMBANG.com – Untuk mewujudkan ketangguhan yang berkelanjutan (sustainable resilience) terhadap bencana perlu dilakukan aksi-aksi antisipatif dengan pelibatan semua unsur masyarakat melalui edukasi kebencanaan. Sehingga sadar dan paham bencana serta memiliki kemampuan dalam pengelolaan risiko bencana.
Demikian Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX-2023) di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta pada Selasa (1/8/2023).
Turut hadir dalam acara itu Deputy Secretary General ASCC Ekkaphab Phanthavong, Chargé d’Affaires a.i. of the European Union to ASEAN Lukas Gajdos, Kepala BMKG Dwikorita Karanawati, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Kusworo, Wakil Gubernur DI Yogyakarta KGPAA Paku Alam X, dan anggota Komisi VIII DPR RI My Esti Wijayati.
Kegiatan ARDEX 2023 ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan GPDRR tahun lalu di Bali, di mana Indonesia mendapatkan kesempatan untuk menggelar simulasi latihan penanggulangan darurat bencana. Selain itu, acara ini bertujuan untuk membangun kapasitas dan menjalin solidaritas kerjasama negara-negara ASEAN dalam kebencanaan.
Terpilihnya wilayah Yogyakarta untuk menyelenggarakan simulasi kebencanaan ini, menurut Muhadjir, sangat tepat karena memiliki potensi gempa yang berasal dari sesar aktif, bernama Sesar Opak. Sesar ini disinyalir kuat menjadi penyebab gempa pada Mei 2006.
Sesar Opak memiliki kekuatan hingga 6,6 SR yang harus diantisipasi setiap waktu karena berada tepat di bawah daratan Yogyakarta.
“Karena Yogyakarta itu tidak hanya sesar opak saja yang jadi masalah, ada juga gunung Merapi yang sangat aktif, dan kemungkinan terjadi tsunami di mana letak Yogyakarta berdekatan dengan samudera Hindia. Oleh karena itu tempat ini (Yogyakarta) sangat ideal untuk diselenggarakan simulasi penanggulangan bencana ini,” ungkap Muhadjir.
Selanjutnya ia mengatakan, simulasi secara rutin melatih masyarakat perlu dilakukan terus menerus agar tidak mengalami kebingungan akibat kurang mengerti saat terjadi bencana. Sekaligus untuk terus meningkatkan ketangguhan yang berkelanjutan (sustainable resilience).
Konsep ketangguhan yang berkelanjutan dikembangkan oleh Indonesia ini sudah diadosi dan dikembangkan oleh negara-negara lain.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala BNPB menyampaikan bahwa pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan resiliensi sangat diperlukan. Negara-negara di ASEAN dapat saling bertukar nilai, ilmu, serta pengalaman terutama terkait kebencanaan yang melibatkan sipil-militer, menuju One ASEAN, One Response.
“Terkait penanggulangan bencana, kita telah bekerjasama dengan seluruh negara yang ada di wilayah ASEAN ini. Semuanya sudah terjalin betul saling membantu jika terjadi bencana di negara-negara kawasan Asia Tenggara,” tuturnya.