Oleh: Anwar Hudijono
Masa anak-anak dimanja. Muda foya-foya. Tua kaya raya. Mati masuk surga. Enak sekali hidup yang demikian. Sampai tua kaya raya mungkin terjadi bagi mereka yang lahir di keluarga borju tajir. Tapi untuk masuk surga, eiit.. nanti dulu. Semudah itukah?.
No way. Tidak. Jalan menuju surga itu ibaratnya bukan jalan tol. Sebaliknya merupakan jalan terjal berliku, banyak rintangan dan halangan. Hal itu terbaca dari Quran Surah Al Baqarah 214.
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan).”
Jadi, sudah merupakan ketetapan Allah bahwa calon penguhuni surga harus diuji. Semakin tinggi kesurgaannya semakin berat ujiannya. Surga tertinggi itu ditempati para Rasul dan Nabi. Maka merekalah yang mendapat ujian paling berat.
Sa’ad bin Abi Waqash adalah sahabat Rasulullah nomor 7. Dia termasuk sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi. Pada usia 70 dia mengalami buta. Panglima pasukan Muslim dalam pembebasan Persia ini tahu mendapat ujian buta itu untuk menaikkan derajat surgawinya di samping merontokkan dosa-dosanya.
Untuk itu tatkala ada keponakannya menyarakan agar Sa’ad berdoa mohon kesembuhan kepada Allah, Sa’ad menjawab, “Aku ridha dengan yang pertama (buta) diberikan Allah ini.” Sampai wafat dia tetap buta. Padahal kalau dia berdoa minta pulih, sangat mungkin dikabulkan. Sa’ad ini dikenal memiliki doa yang mustajabah (manjur). Banyak orang minta doa kepadanya. Ibaratnya tangan yang diangkat untuk doa belum turun, doanya sudah dikabulkan Allah.
Demikian pula Ubai bin Ka’ab. Dia mendengar Rasulullah dawuh bahwa penyakit demam itu balasannya surga. Untuk itu dia berdoa. “Ya Rabbi, jika demam itu balasanya surga maka aku ridha Engkau beri aku demam yang tidak membuat kepayahan dan terganggu aktivitasku. Doanya dikabulkan. Setiap bakda maghrib sampai fajar dia demam. Siang harinya sehat wal afiat. Kondisi demikian sampai dia wafat.
Ibnu Abas bercerita tentang wanita ahli surga. Wanita itu berkulit hitam. Dia sowan Rasulullah minta doa untuk kesembuhan penyekit epilepsi yang dideritanya. Rasul dawuh, bahwa jika ridha menerima sakit itu maka balasannya surga. Tapi kalau dia ingin sembuh, Rasul akan mendoakan dan insya Allah akan sembuh. Rasul memberi pilihan. Ternyata wanita itu memilih mengidap epilepsi dengan balasan surga.
Enjoy-enjoy saja
Karena tahu ujian adalah jalan ke surga, para sahabat Nabi biasanya bertanya- tanya kalau lama tidak mendapat ujian. Padahal ujian untuk mereka ini bukan recehan. Mereka mengalami gelombang ujian berat seperti kemelaratan, sakit, kematian, penindasan, penyiksaan.
Jika sepi ujian mereka takut Allah meninggalkannya. Sebab jika Allah menyatakan cinta kepada hamba-Nya itu dengan memberi ujian dengan kegetiran.
Ini berbeda dengan pandangan orang kebanyakan. “… apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan maka dia berkata Tuhanku telah memuliakanku. Namun, apabila mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku.” (QS. Al Fajr 15-16).
Para sahabat khawatir hidup yang enjoy-enjoy, enak-enak saja dapat membuat dirinya terlena dan lengah. Masuk perangkap kenikmatan dunia yang palsu, semu. “Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang mempedaya.” (QS. Ali Imran 185).
Mereka mafhum, ujian kegetiran justru dapat membuat dirinya semakin dekat dengan Allah. Ujian yang bertubi-tubi membuat dirinya semakin sabar. Dan pahala sabar itu tanpa batas.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar 10).
Balasan sabar adalah surga. “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat berkesudahan itu. (QS Ar Ra’d 24).
Kelak di Yaumul Mizan (Hari Penimbangan), menurut Ust Oemar Mitha dalam chanel Youtube dengan mengutip Hadits sahih, manusia akan dibagi dua golongan. Yaitu golongan Ahlul Musibah (semasa hidup di dunia banyak mengalami ujian kegetiran hidup) dan Ahlul Afiyah ( semasa hidup di dunia banyak enaknya).
Allah memerintahkan timbang dulu Ahlul Musibah. Setelah dilakukan penimbangan ternyata dosa mereka tinggal sedikit karena dikurangi penderitaannya di dunia. Lantas Allah memerintahkan agar kepada Ahlul Musibah diberi tiga hal yaitu afiat (kekuatan), khairan (kebaikan/surga) dan manzilah (tingkat tinggi). Tempat yang tinggi di surga.
Begitu melihat bagaimana Allah memperlakukan Ahlul Musibah demikian, para Ahlul Afiah melongo seraya berdoa. Ya Rabbi, sekiranya aku dikembalikan ke dunia aku rela menderita sakit sampai dagingku lepas agar bisa merasakan balasan Ahlul Musibah. Allahu a’lam
Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo