Penulis: Jacobus. E. Lato | Editor: Priyo Suwarno
CINA, SWARAJOMBANG.COM- Mendahului Amerika Serikat, kini pemerintah Cina sedang merancang gebrakan besar dalam teknologi energi terbarukan dengan merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) raksasa ruang angkasa.
Melalui stasiun tenaga surya berbasis ruang angkasa dapat mengirimkan energi ke Bumi melalui gelombang mikro atau laser.
Proyek ini diharapkan mulai beroperasi secara bertahap, dengan peluncuran satelit uji coba pertama pada tahun 2028, dua tahun lebih cepat dari jadwal awal. Satelit ini akan berada di orbit rendah Bumi untuk menguji teknologi transmisi energi.
Rencana tersebut mencakup pembangunan stasiun tenaga surya yang lebih besar di orbit geostasioner pada tahun 2035, yang mampu menghasilkan hingga 10 megawatt daya untuk keperluan sipil dan militer.
Dengan posisi di luar angkasa, panel surya akan menerima sinar matahari secara terus-menerus tanpa gangguan cuaca atau malam hari, menghasilkan energi dengan intensitas hingga 10 kali lipat dibandingkan panel surya di Bumi.
Proyek ini disebut-sebut sebagai langkah besar dalam teknologi energi terbarukan, sebanding dengan skala proyek Bendungan Tiga Ngarai, yang merupakan pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia. Jika berhasil, proyek ini dapat menjadi solusi revolusioner untuk kebutuhan energi global dan pengurangan emisi karbon.
Konstruksi
Teknologi pengiriman energi melalui gelombang mikro atau laser memerlukan presisi tinggi untuk menghindari dispersi energi di atmosfer. Efisiensi transmisi saat ini masih di bawah 50% dalam uji coba laboratorium, dan risiko interferensi dengan satelit atau objek lain di orbit perlu dikelola.
Membawa panel surya ke orbit geostasioner membutuhkan biaya sekitar US$1.000/ kg, sementara proyek ini diperkirakan memerlukan 10.000 ton material.
Diperlukan teknologi robotik canggih untuk merakit struktur raksasa di lingkungan mikrogravitasi. Paparan partikel energi tinggi dapat merusak panel surya dan komponen elektronik, mengurangi masa pakai sistem.
Meskipun PLTS luar angkasa tidak terpengaruh awan atau malam hari, fluktuasi energi akibat pergerakan orbital dan hambatan transmisi atmosfer tetap memerlukan sistem penyangga energi berkapasitas besar.
Proyek ini berpotensi memicu perselisihan regulasi antariksa, terutama terkait alokasi frekuensi transmisi dan hak penggunaan orbit geostasioner yang terbatas.
Meskipun menghadapi tantangan teknis yang signifikan, proyek ini menjadi pionir dalam eksplorasi energi terbarukan skala kosmik. Keberhasilannya dapat merevolusi pasokan energi global, tetapi memerlukan terobosan multidisiplin dalam bidang teknik antariksa, material, dan energi.
Desain dan Lokasi
Orbit Geostasioner: PLTS ini akan berada di orbit geostasioner, lebih dari 32.000 km di atas permukaan Bumi, memungkinkan akses konstan ke sinar matahari tanpa gangguan cuaca atau rotasi planet.
Ukuran Besar: Stasiun ini direncanakan memiliki ukuran sekitar 1 km, yang memungkinkan pengumpulan energi dalam jumlah besar.
Pengumpulan Energi
Kepadatan Energi Tinggi: Energi yang dikumpulkan di luar angkasa memiliki kepadatan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan panel surya konvensional di Bumi, karena sinar matahari di luar angkasa tidak teralang oleh atmosfer.
Transmisi Energi
Konversi ke Gelombang Mikro: Energi listrik yang dihasilkan akan diubah menjadi radiasi gelombang mikro. Gelombang mikro ini kemudian dipancarkan ke antena tetap di Bumi.
Penerimaan dan Konversi Kembali: Di Bumi, gelombang mikro akan diterima oleh stasiun penerima dan diubah kembali menjadi listrik yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, termasuk untuk kendaraan listrik.
Pendukung
Roket Pengangkat Berat: Pembangunan stasiun ini memerlukan pengembangan roket pengangkat berat, seperti Long March-9, yang dirancang untuk membawa beban besar ke orbit.
Robotika untuk Perakitan: Teknologi robotik canggih akan diperlukan untuk merakit komponen stasiun di luar angkasa, mengingat kompleksitas dan ukuran proyek.
Proyek ini bertujuan untuk menyediakan sumber energi tak terbatas dan berkelanjutan, dengan potensi menghasilkan energi setara dengan total minyak yang dapat diekstraksi dari Bumi dalam satu tahun. Meskipun menjanjikan, proyek ini juga menghadapi tantangan teknis dan finansial yang signifikan. **