Penulis: Arief Hendro Soesatyo | Editor: Priyo Suwarno
JOMBANG, SWARAJOMBANG.COM- Hakim Banding Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Dr. Nurman Sutrisno, S.H., M.Hum, mengabulkan permohonan banding Pemkab Jombang, dalam sidang banding sengketa Ruko Simpang Tiga Jombang, Kamis, 2 Juli 2025.
Sebelumnya, Maret 2025, hakim PTUN Surabaya menyatakan bahwa membatalkan Surat Bupati Jombang yang memberitahukan pengosongan ruko tersebut. Keputusan hakim PTUN Surabaya itu kemudian dilawan, oleh Pemkab Jombang dengan mengajukan permohonan banding dan menang.
Dalam putusan banding pada 2 Juli 2025, PT TUN menegaskan bahwa kepemilikan ruko tersebut adalah sah milik Pemkab Jombang dan para penghuni ruko tidak berhak menguasai ruko. PTUN tidak berwenang mengadili gugatan perdata sengketa tersebut.
Dengan demikian, keputusan banding PTUN memperkuat posisi Pemkab Jombang sebagai pemilik sah ruko Simpang Tiga dan menolak permohnan penghuni untuk membatlkan Surat Bupati Jombang untuk mengosongkan bangunan tersebut.
Sengketa ini bermula dari Surat Bupati Jombang Nomor 500.2/2875/415.32/2024 tertanggal 14 Agustus 2024 yang memerintahkan pengosongan Ruko Simpang Tiga, karena masa Hak Guna Bangunan (HGB) atas ruko tersebut telah habis sejak 2016, dan kepemilikan bangunan kembali ke Pemkab Jombang berdasarkan perjanjian kerjasama serta hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Para penghuni ruko yang merasa dirugikan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dan Pengadilan Negeri Jombang, menolak keputusan Pemkab dan mengklaim memiliki HGB atas ruko tersebut. Namun, dokumen kepemilikan Pemkab Jombang atas lahan Hak Pengelolaan (HPL) dan bangunan ruko yang sudah habis masa HGB-nya tetap dianggap sah dan menguatkan posisi Pemkab. BPK juga menyatakan bangunan ruko menjadi milik Pemkab setelah masa HGB habis.
Dalam proses hukum, Pemkab Jombang menang banding terhadap gugatan penghuni ruko, yang sejak 2016 tidak lagi memiliki hak menguasai ruko tersebut. Penegakan hukum ini juga didukung oleh penyelamatan aset Pemkab yang dilakukan dengan penyegelan dan penggembokan ruko oleh petugas, meskipun sempat terjadi kericuhan dengan penghuni ruko.
Selain itu, Kejaksaan Negeri Jombang mengamankan uang senilai Rp2,6 miliar dari para pengguna ruko sebagai pembayaran atas penggunaan bangunan di atas HPL Pemkab, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2022. Namun, dalam penyidikan tidak ditemukan unsur kerugian negara sehingga proses penyelidikan dihentikan.
Secara keseluruhan, Pemkab Jombang memiliki dasar hukum yang kuat atas kepemilikan Ruko Simpang Tiga, dan telah memenangkan sengketa hukum melawan para penghuni yang mengklaim hak atas ruko tersebut.
Kronologi kasus sengketa Ruko Simpang Tiga di Jombang:
Sengketa bermula dari Surat Bupati Jombang Nomor 500.2/2875/415.32/2024 tertanggal 14 Agustus 2024 yang memerintahkan pengosongan Ruko Simpang Tiga karena masa Hak Guna Bangunan (HGB) atas ruko tersebut sudah habis sejak 2016, sehingga bangunan dan lahan kembali menjadi aset Pemkab Jombang.
Pemkab Jombang kemudian melakukan penyelamatan aset dengan penyegelan dan pengosongan ruko yang masih ditempati oleh para penghuni, di mana pada 19 Agustus 2024, sebanyak 14 ruko disegel paksa oleh Pemkab dari total 55 ruko yang ada. Aksi penyegelan ini sempat diwarnai kericuhan berupa adu mulut dan saling dorong antara petugas dan penghuni ruko.
Para penghuni ruko yang merasa dirugikan kemudian mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Jombang, mengklaim kepemilikan atas ruko berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) dari pihak ketiga, meskipun masa HGB sudah habis. Gugatan ini juga melibatkan pejabat Pemkab dan instansi terkait sebagai tergugat.
Di sisi lain, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2022 menemukan adanya penggunaan aset Pemkab tanpa hak, sehingga Kejaksaan Negeri Jombang mengamankan uang senilai Rp2,6 miliar dari para pengguna ruko sebagai pembayaran atas penggunaan bangunan tersebut. Namun, dalam proses penyidikan dugaan korupsi tidak ditemukan unsur kerugian negara sehingga penyelidikan dihentikan.
Pemkab Jombang memenangkan banding atas gugatan penghuni ruko, menegaskan bahwa sejak 2016 para penghuni tidak lagi memiliki hak menguasai ruko tersebut. Pemkab menegaskan bahwa seluruh dokumen kepemilikan dan pengelolaan aset ruko tersimpan secara resmi di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
Meski demikian, pihak Pemkab mendapat kritik agar tidak bersikap setengah hati dalam penanganan kasus ini, terutama terkait ruko yang ditempati oleh Heri Susanto, yang dikenal sebagai simbol perlawanan penghuni terhadap Pemkab. Beberapa pihak mengharapkan Pemkab bertindak lebih tegas dalam menyelesaikan sengketa demi menjaga kewibawaan pemerintah daerah.
Secara keseluruhan, kasus ini melibatkan sengketa hukum terkait kepemilikan dan penguasaan aset ruko yang masa HGB-nya telah habis, upaya penyelamatan aset oleh Pemkab, gugatan hukum dari penghuni, serta penyidikan dugaan penyimpangan penggunaan aset yang akhirnya dimenangkan oleh Pemkab Jombang.
Permohonan PTUN dan Gugatan Perdata
Dalam kasus sengketa Ruko Simpang Tiga, Pemkab Jombang melawan para penghuni ruko yang mengklaim hak atas ruko tersebut. Secara spesifik, gugatan diajukan oleh tiga penghuni ruko bernama Edi Suparman, Debby Yolanda, dan Masruchin sebagai permohon PTNU dan penguggat perdata terhadap Pemkab Jombang dengan klasifikasi perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Selain Pemkab, para pemohon dan penggugat juga PT Suryatama Nusa Karya Pembangunan dan Kepala Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Jombang sebagai tergugat lain.
Para penghuni ruko ini mengklaim kepemilikan berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) dari PT Suryatama, meskipun masa Hak Guna Bangunan (HGB) atas ruko sudah habis sejak 2016 dan aset tersebut kembali menjadi milik Pemkab Jombang. Gugatan ini merupakan upaya mereka menolak pengosongan ruko yang diperintahkan Pemkab.
Jadi, secara ringkas, Pemkab Jombang berhadapan secara hukum dengan para penghuni ruko Simpang Tiga yang menggugat Pemkab dan pihak terkait atas kepemilikan dan penguasaan ruko tersebut.
Jumlah penghuni Ruko Simpang Tiga di Jombang diperkirakan mencapai puluhan orang. Dari total 55 unit ruko yang ada, ada laporan bahwa lebih dari 20 penghuni pernah dipanggil untuk pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri Jombang terkait kasus ini. Selain itu, hanya 8 penghuni yang bisa mengikuti perpanjangan sewa tahun 2024, sementara sisanya tidak.
Perdata
Perkara masih belum seelsai, karena masih ada satu gugatan perdata yang belum selesai. Banding gugatan perdata atas Ruko Simpang Tiga Jombang belum keluar. Saat ini, gugatan perdata dengan klasifikasi Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh penghuni Ruko Simpang Tiga masih dalam proses di Pengadilan Negeri Jombang.
Sidang pertama gugatan tersebut telah berlangsung pada 14 Agustus 2024, namun hingga Agustus 2024 dan bahkan hingga awal 2025 belum ada keputusan enkracht (putusan tetap) yang keluar dari pengadilan terkait perkara ini.
Kuasa hukum para penggugat menyatakan bahwa mereka akan menghormati putusan pengadilan apabila sudah enkracht, dan siap mengosongkan, tetapi sampai saat ini proses hukum masih berjalan dan belum ada putusan final.
Pemerintah Kabupaten Jombang juga masih melakukan upaya pengosongan dan penyegelan ruko meskipun gugatan masih berjalan, dan hal ini menjadi salah satu poin sengketa dalam perkara tersebut.
Dengan demikian, sampai saat ini belum ada informasi resmi yang menyatakan bahwa banding atas gugatan perdata tersebut sudah keluar atau diputuskan. Proses hukum masih berlangsung dan belum mencapai tahap putusan final yang berkekuatan hukum tetap. **