Penulis: Wibisono | Editor: Hadi S Purwanto
JOMBANG, SWARAJOMBANG.com – Sampai saat ini, pelanggaran Undang Undang SDA di wilayah Anak Sungai Marmoyo Kabuh, Jombang belum mendapat perhatian serius dari pihak berwenang.
Diduga PT Kema Sejahtera (KS) telah menyerobot wilayah sungai dengan menguruk badan sungai dan garis sempadan Anak Sungai Marmoyo.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas tidak pernah melakukan penertiban, sehingga kasus tersebut terkesan diabaikan oleh BBWS selaku pengawas dan pemantau Sumber Daya Air.
Dari pantauan SWARAJOMBANG.com di lokasi, Anak Sungai Marmoyo mengalami penyempitan tepat di mulut jembatan.
Bahkan Anak Sungai Marmoyo diduga dimanfaatkan untuk menyedot air secara illegal dengan mengebor dan memasang pompa air didalam sungai.
Pegiat dan pemerhati lingkungan hidup wilayah Sungai dan Hutan Kabuh, Arga Frasetyo mengatakan kepada SWARAJOMBANG.com, dirinya mengecam keras pelanggaran Undang Undang Sumber Daya Air (SDA) tersebut.
“Dampak dari pengambilan air sungai dengan pompa apabila dilakukan secara terus-menerus tanpa terkendali maka akan merusak infrastruktur SDA,” ujar Arga.
Ditambahkan juga olehnya bahwa kerusakan lingkungan pasti terjadi, seperti sliding (longsor) tebing sungai, sliding tanggul, sliding bantaran dan lain sebagainya.
“Rakyat desa, yang notabene rakyat petani menjadi korban arogansi para pemilik kapital besar. Akankah keadilan menjadi asing dimata dan telinga kita?” tambah Arga.
Arga juga menilai, arogansi pengusaha terjadi karena melihat penguasa terlalu lemah dalam penegakan hukum.
“Mereka dengan sadar telah melakukan penguasaan dan perusakan Sumber Daya Air milik negara secara illegal. Mereka pengusaha atau penguasa?” tanya Arga.
Berdasarkan ketentuan yang terkandung dalam Undang-Undang SDA, larangan kepemilikan dan penguasaan oleh perseorangan atas sumber daya air mulai dari garis sempadan, bantaran hingga sungai itu tertuang dengan sangat jelas.
Pasal 5 UU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA), wilayah sungai termasuk wilayah pengelolaan sumber daya air yang dikuasai oleh Negara untuk kesejahteraan masyarakat.
Peraturan Menteri PUPR No 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit pelaksana teknis, dalam pasal 5 disebutkan, bahwa salah satu tugas BBWS adalah melaksanakan pengawasan dan pemantauan penggunaan SDA dan penyidikan tindak pidana bidang SDA.
Bila kita cermati, jelas Arga, baik Undang-Undang maupun peraturan teknisnya yang dibuat oleh Kementerian PUPR, bisa dikatakan BBWS Brantas selaku pengelola Sumber Daya Air telah melakukan pembiaran terhadap pelanggar Undang-Undang.
Sebagai Institusi yang mewakili Negara, pihak BBWS tidak melakukan upaya penegakan hukum, padahal pelanggaran hukum yang terjadi di Anak Sungai Marmoyo sudah terjadi 7 bulan yang lalu.
“Dimana fungsi pengawasan dan fungsi penyidikan BBWS yang selama ini dalam bekerja dibiayai oleh uang rakyat?” ujarnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Jombang Bayu Pancoroadi saat dikonfirmasi SWARAJOMBANG.com membenarkan adanya pelanggaran wilayah sungai oleh PT KS tersebut.
“Dari hasil pengecekan kami di lapangan, pembangunan pabrik plastik membuat saluran sungai menyempit. Bangunan tersebut mengurangi penampang basah saluran itu,” kata Bayu.
Ditambahkan juga oleh Bayu bahwa akibat penyempitan, aliran air tidak lancar, sehingga memicu terjadinya banjir.
Saat ditanya tentang tindakan apa yang akan dilakukan oleh Dinas PUPR Jombang, Bayu mengatakan dirinya sudah melaporkan ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.
“Karena sungai itu kewenangan dari BBWS, kita hanya memfasilitasi dengan mempertemukan antara pihak pabrik dan BBWS Brantas. Kalau tidak salah bulan November yang lalu,” pungkasnya.