Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Presiden Prabowo Subianto secara tegas mendukung pengesahan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2025 di Monas, Jakarta.
Prabowo menyatakan, “Dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung UU Perampasan Aset. Saya mendukung!”.
Prabowo menegaskan bahwa UU ini penting agar negara dapat menarik kembali aset yang telah dicuri oleh koruptor. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap koruptor yang tidak mau mengembalikan aset hasil korupsi dan menyatakan, “Enak aja sudah nyolong enggak mau kembalikan aset, gue tarik saja itu”.
Selain itu, Prabowo mengajak para buruh dan masyarakat untuk bersatu melawan korupsi dan menolak aksi-aksi yang mendukung koruptor, termasuk demonstrasi yang diduga dibayar untuk membela koruptor.
Ia menyindir adanya demo yang mendukung koruptor dan menegaskan komitmennya untuk menindak tegas pelaku korupsi sebagai bagian dari sumpahnya kepada rakyat Indonesia.
UU Perampasan Aset sendiri menjadi salah satu tuntutan utama buruh dalam peringatan May Day 2025, bersama dengan isu-isu lain seperti penghapusan outsourcing, penetapan upah layak, pembentukan Satgas PHK, dan pengesahan RUU Ketenagakerjaan serta RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Meskipun RUU Perampasan Aset belum masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2025 dan masih memerlukan waktu untuk konsolidasi politik di DPR, pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo menunjukkan perhatian serius untuk segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut demi memperkuat pemberantasan korupsi.
Aset koruptor yang dapat disita atau dirampas oleh negara menurut ketentuan dalam RUU Perampasan Aset dan peraturan terkait meliputi beberapa jenis, yaitu:
- Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana korupsi, termasuk aset yang telah dihibahkan, dikonversikan, atau dialihkan kepada orang lain atau korporasi, baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya.
- Aset yang diketahui atau diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi.
- Aset yang merupakan milik sah pelaku tindak pidana korupsi yang dapat dirampas sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara.
- Aset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
- Aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan pelaku dan tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah, yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi sejak berlakunya UU ini.
Benda sitaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana atau yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Selain itu, berdasarkan Pasal 39 ayat 1 KUHAP, aset yang dapat disita meliputi:
- Benda atau tagihan yang diduga diperoleh dari tindak pidana.
- Benda yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau mempersiapkannya.
- Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
- Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
Jenis aset ini bisa berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk perusahaan milik terpidana yang digunakan dalam tindak pidana korupsi.
Nilai minimal aset yang dapat dirampas biasanya ditetapkan paling sedikit Rp100 juta atau terkait tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 4 tahun atau lebih.
Dengan demikian, negara dapat menyita berbagai bentuk aset milik koruptor yang berasal dari, digunakan untuk, atau terkait dengan tindak pidana korupsi untuk memulihkan kerugian negara dan menegakkan keadilan.
Beberapa pasal dalam RUU Perampasan Aset memberikan keuntungan langsung bagi warga masyarakat, terutama dalam konteks pemberantasan korupsi dan pemulihan aset negara yang dirugikan akibat tindak pidana. Berikut pasal-pasal penting yang memberikan manfaat tersebut:
Pasal 5 ayat (1) dan (2) mengatur jenis aset yang dapat dirampas, termasuk aset hasil tindak pidana, aset yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, dan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber kekayaan yang sah. Dengan perampasan aset ini, negara dapat mengembalikan aset yang dicuri atau diselewengkan, sehingga mengurangi kerugian negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pasal 6 ayat (1) menetapkan nilai minimum aset yang dapat dirampas, yaitu paling sedikit Rp100 juta atau aset terkait tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 4 tahun atau lebih, sehingga memfokuskan penindakan pada kasus korupsi dan kejahatan serius yang berdampak besar terhadap masyarakat.
Pasal 7 ayat (1) dan (2) memberikan ketentuan perampasan aset meskipun perkara pidana tidak dapat disidangkan atau terdakwa bebas, sehingga mencegah pelaku tindak pidana korupsi lolos dari pemulihan aset negara yang dirugikan.
Keberadaan pasal-pasal ini dalam RUU Perampasan Aset memberi keuntungan bagi masyarakat karena:
- Memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan kejahatan serius dengan cara mengembalikan aset negara yang hilang akibat tindak pidana.
- Meningkatkan kepercayaan publik dan investor terhadap sistem hukum dan iklim investasi di Indonesia.
- Mendorong keadilan dan kesejahteraan sosial dengan memastikan aset hasil kejahatan tidak dinikmati pelaku, melainkan dikembalikan untuk kepentingan negara dan masyarakat.**