Penulis: Yuran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
LUMAJANG, SWARAJOMBANG.COM- Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri menetapkan dua tersangka terkait kasus korupsi proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI, senilai Rp 728 miliar, melibatkan dua tersangka.
Dua tersangka dalam kasus korupsi proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto adalah Dolly Parlagutan Pulungan (mantan Direktur Utama PTPN XI), Aris Toharisman (mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI)
Pabrik Gula Djatiroto terletak di desa Kaliboto Lor, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Pabrik ini merupakan salah satu unit di bawah naungan PT Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI) dan telah beroperasi sejak awal abad ke-20.
Selain dugaan korupsi, penyidik juga menemukan indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dana proyek disebut mengalir ke sebuah perusahaan di Singapura. Akibat kasus yang terjadi pada 2016 ini diduga merugikan negara hingga Rp782 miliar.
“Kami menetapkan tersangka pada akhir Februari 2025. Saat ini, kami sedang menyelesaikan pemberkasan sebelum melimpahkannya ke kejaksaan untuk tahap dua,” ujar Kakortastipidkor Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo, S.H., M.H., Rabu 19 Maret 2025.
Proyek ini melibatkan skema Engineering, Procurement, Construction and Commissioning (EPCC) yang dimulai pada tahun 2016. Dugaan korupsi ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 782 miliar, dengan rincian sekitar Rp 570 miliar dan USD 12,8 juta.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 55 saksi dan empat ahli. Penggeledahan di Gedung Hutama Karya di Jakarta Timur juga dilakukan untuk mengumpulkan bukti tambahan.
Tersangka diduga terlibat dalam manipulasi pembayaran proyek, termasuk pembayaran yang dilakukan melalui Letter of Credit ke rekening perusahaan di Singapura. Selain itu, proyek tersebut diduga dikerjakan tanpa studi kelayakan yang memadai.
Dolly Pulungan sebelumnya pernah terlibat dalam kasus korupsi saat menjabat sebagai Direktur Utama PTPN III dan divonis empat tahun penjara. Kini, ia kembali menghadapi tuduhan serupa dalam kasus ini. Penetapan tersangka ini menandai langkah penting dalam upaya Polri memberantas korupsi di sektor BUMN.
Kronologi pengungkapan kasus dugaan korupsi di Pabrik Gula Jatiroto, Lumajang, terkait proyek pengembangan dan modernisasi dapat dirangkum sebagai berikut:
- 2016: Proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto dimulai dengan skema Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC). Proyek ini merupakan bagian dari program strategis BUMN yang didanai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam APBN-P 2015 dengan nilai kontrak mencapai Rp 871 miliar.
- Agustus 2024: Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polri mulai menyelidiki proyek tersebut setelah menemukan adanya pelanggaran hukum dalam proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, dan pembayaran yang menyebabkan proyek mangkrak dan diduga menimbulkan kerugian negara. Penyidik mengirimkan surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara.
- Februari 2025: Setelah melakukan pemeriksaan terhadap 55 saksi dan empat ahli, Polri menetapkan dua tersangka: Dolly Parlagutan Pulungan, mantan Direktur Utama PTPN XI, dan Aris Toharisman, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI. Penetapan tersangka dilakukan karena mereka diduga melaksanakan perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, dan pembayaran proyek tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
- Maret 2025: Penetapan tersangka diumumkan secara resmi oleh Irjen Pol. Cahyono Wibowo. Kerugian negara akibat tindakan kedua tersangka diperkirakan mencapai Rp 570 miliar dan USD 12,8 juta. Proyek ini diduga dikerjakan tanpa studi kelayakan yang memadai dan terdapat manipulasi dalam proses pembayaran yang merugikan negara.
- Penggeledahan: Sebelumnya, Polri juga melakukan penggeledahan di kantor Hutama Karya sebagai bagian dari penyelidikan untuk mengumpulkan bukti tambahan terkait dugaan korupsi ini.
Kasus ini menyoroti kolusi dan manipulasi dalam pelaksanaan proyek yang menyebabkan kerugian signifikan bagi negara. **