Penulis: Tony Hariyanto | Editor: Hadi S Purwanto
LABUAN BAJO, SWARAJOMBANG.com – Wisata bahari di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menjadi perhatian Komisi X DPR RI.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, ada sejumlah permasalahan di Labuan Bajo yang perlu mendapat perhatian bersama.
Semenjak isu kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo mencuat di tengah masyarakat, turut berdampak pada kedatangan wisatawan ke Labuan Bajo.
Demikian terungkap dalam pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI dengan Bupati Manggarai Barat, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekraf NTT, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai Barat, Kepala Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Direksi PT Flobamor, sivitas akademika Universitas Nusa Cendana, dan Organisasi Kepariwisataan (PHRI, ASITA, GAHAWISTRI, AKPI, dan HPI), serta perwakilan Kementerian Pariwisata dan Eknomi Kreatif, di Labuan Bajo, NTT, Senin (12/9/2022).
“Ada situasi (di Labuan Bajo) yang membutuhkan perhatian kita bersama. Kita mendengar banyak masukan dari berbagai stakeholder di Labuan Bajo, agar pariwisata bisa betul-betul memberikan kontribusi secara ekonomi maupun sosial kepada masyarakat local,” kata Hetifah.
“(Lalu) bagaimana wisata bahari itu juga memberikan kesempatan dan peluang usaha bagi masyarakat lokal di darat. Dan terkait perizinan, maupun juga bagaimana konsumen bisa mengakses pelayanan, itu menjadi sesuatu yang membutuhkan perhatian kita bersama,” tambah Hetifah lagi.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, permasalahan lain yang turut mengemuka adalah sinkronisasi kebijakan antar berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk dengan regulasi otonomi daerah, serta peran pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, hingga pemerintah pusat menjadi sangat penting dalam isu pariwisata.
Menurutnya, pemkab/pemkot juga bisa mendapat peluang yang sama besarnya dengan pemprov.
“Bagaimana sekarang pemda mendapat kesempatan yang terbuka untuk memberikan return ekonomi kepada daerah. Karena mungkin izin (pelaku wisata) diberikan di tempat lain,” tutur kader Golkar ini.
Kemudian, katanya lagi, keuntungan usaha tidak langsung dirasakan karena kebanyakan akomodasi yang lebih berkembang itu justru di (wisata) air. Seperti beroperasinya kapal-kapal phinisi yang bisa mengakses wisatawan tanpa melibatkan travel agent lokal, maupun kegiatan usaha lain.
“Mungkin ada, tapi kurang maksimal. Tidak sebesar yang diharapkan. Jadi aturan itu nanti seperti apa, agar problemnya dipecahkan. Mungkin wisata bahari ini masih kurang diperhatikan oleh undang-undang yang ada sekarang,” jelas legislator Dapil Kalimantan Timur itu.
Dalam kesempatan itu, Hetifah mengaku pihaknya juga menerima aspirasi terkait terbatasnya akses yang didapat masyarakat lokal dalam mendapatkan peluang dan kesempatan bekerja di Labuan Bajo.
“Ada isu soal SDM, bagaimana kita nanti kita beri kesempatan lebih besar baik bagi anak-anak muda di Labuan Bajo dan UMKM setempat, untuk bisa diserap produknya dalam hal akomodasi maupun usaha lainnya,” tandas Hetifah.
Dalam pertemuan terungkap sejumlah permasalahan pariwisata di Labuan Bajo, seperti tidak adanya kejelasan standar paket wisata, minimnya pelibatan masyarakal lokal, hingga tidak optimalnya pendapatan daerah dari kedatangan wisatawan.
Selain itu, isu kenaikan tarif tiket masuk Taman Nasional (TN) Komodo juga turut berpengaruh kepada aktifitas wisata di Labuan Bajo. Dalam kesempatan ini, Tim Kunspek Komisi X DPR Ri juga menyerap aspirasi terkait revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.