Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Kejaksaan Agung terus memburu pelaku korupsi, gratifikasi sampai TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) terkait putusan lepas pengadilan Crude Palm Oil (CPO) ilegal yang melibatkan 3 korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Dalam kasus ini negara dirugikan sekitar Rp 17,7 triliun.
Vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO)melibatkan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tanggal 19 Maret 2025.
Kasus ini bermula dari pembongkaran praktek jual beli vonis dalam penanganan kasus korupsi minyak goreng. Kasus ini telah menangkap tersangka hakim Tipikor, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, serta duo pengacara yang turut serta dalam mengatur vonis lepas tersebut.
Bukannya berhenti, Kejaksaan malah terus tancap gas usut kasus CPO ini sampai pada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh para tersangka, demikian akun instagram@jaksapedia, merilis unggahan soal kelanjutan penanganan kasus itu.
Pernyataan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengenai vonis lepas kasus dugaan korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) disampaikan pada tanggal 15 April 2025 di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan
Kejaksaan Agung memanggil DAN, pimpinan Cabang Dolarindo Money Changer Kelapa Gading, serta enam saksi lain untuk diperiksa dalam rangka mendalami informasi terkait kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) pada Rabu, 28 Mei 2025.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari rangkaian pemeriksaan maraton yang dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara tersebut
Belakangan, Kejaksaan terus mengembangkan penyidikan kasus CPO dengan memanggil DAN, pimpinan Cabang Dolarindo Money Changer Kelapa Gading serta 6 saksi lain untuk mendalami informasi terkait kasus CPO.
Kasus Korupsi
Ketiga perusahaan tersebut terlibat dalam praktik korupsi jual beli vonis terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO, yang dikenal sebagai kasus korupsi minyak goreng. Dalam perkara ini, dua pengacara memberikan suap kepada mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengatur vonis bebas bagi ketiga perusahaan tersebut. Akibatnya, dua pengacara tersebut telah dipenjarakan.
Jaksa Penuntut Umum menilai ketiga korporasi tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO secara bersama-sama.
Mereka dituntut membayar denda masing-masing Rp 1 miliar, dengan tuntutan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 11,88 triliun untuk Wilmar Group, Rp 4,89 triliun untuk Musim Mas, dan Rp 937,5 (Total Rp 17,7 triliun) untuk Permata Hijau Group. Namun, vonis yang keluar menyatakan perbuatan mereka terbukti tetapi bukan tindak pidana, yang diduga merupakan hasil pesanan dalam pengurusan perkara.
Peran Ketiga Korporasi
PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group adalah tiga perusahaan besar di sektor CPO Indonesia yang saat ini terlibat dalam kasus korupsi fasilitas ekspor minyak goreng/CPO, yang berdampak pada reputasi dan tata kelola industri sawit di Indonesia.
Nilai gratifikasi atau uang suap yang terkait dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group diperkirakan sebesar Rp 60 miliar.
Uang suap ini disiapkan oleh Head Social Security Legal PT Wilmar Group, Muhammad Syafei, untuk diberikan kepada hakim agar mengeluarkan putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi tersebut.
Dari total Rp 60 miliar tersebut, sekitar Rp 22 miliar telah didistribusikan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta kepada tiga hakim, sementara sisanya sekitar Rp 38 miliar masih dalam penyelidikan oleh penyidik untuk memastikan asal dan penggunaannya lebih lanjut.
Jadi, nilai gratifikasi yang menjadi fokus penyidikan dalam kasus ini adalah Rp 60 miliar, yang merupakan uang suap untuk mempengaruhi putusan pengadilan terkait kasus korupsi ekspor CPO yang melibatkan ketiga korporasi besar tersebut.
Berikut kronologi kasus korupsi suap terkait ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group:
Kasus bermula dari penyidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan minyak goreng ilegal pada periode Januari hingga April 2022. Ketiga korporasi diduga merugikan negara hingga Rp 17,7 triliun karena melanggar ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) dan harga penjualan dalam negeri (DPO).
Pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terdiri dari tiga hakim yang ditunjuk oleh mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta mengeluarkan putusan lepas (ontslag van rechtsvervolging) terhadap ketiga korporasi tersebut. Putusan ini menyatakan bahwa meskipun perbuatan korporasi terbukti, perbuatan tersebut bukan tindak pidana.
Menjelang putusan, dua kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto, diduga memberikan suap sebesar Rp 60 miliar. Uang suap ini diserahkan melalui panitera muda Wahyu Gunawan yang menjadi perantara kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut, termasuk Muhammad Arif Nuryanta.
Suap sebesar Rp 60 miliar ini bertujuan agar majelis hakim menjatuhkan putusan lepas sehingga ketiga korporasi tidak dikenakan sanksi pidana. Uang suap tersebut sebagian sudah didistribusikan kepada para hakim yang menangani perkara.
Kejaksaan Agung kemudian mengusut kasus ini dan menetapkan 7 tersangka, termasuk empat hakim, dua advokat, dan satu panitera. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap.
Kasus ini mencuat setelah putusan lepas yang kontroversial dan memicu penyelidikan lebih lanjut yang mengungkap praktik suap dan jual-beli putusan di pengadilan.
Selain itu, penyidikan juga menunjukkan adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin ekspor yang mengeluarkan izin ekspor ilegal sebelum kewajiban DMO terpenuhi, sehingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng dalam negeri dan kerugian negara.
Kasus ini berawal dari dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO ilegal, diikuti dengan suap Rp 60 miliar untuk mempengaruhi putusan pengadilan agar ketiga korporasi besar tersebut dibebaskan dari tuntutan pidana, yang kemudian terungkap melalui penyidikan Kejaksaan Agung dan berujung pada penetapan tersangka terhadap hakim, advokat, dan panitera yang terlibat.
Kasus korupsi suap dan gratifikasi terkait ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 17 Februari 2025.
Putusan vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) terhadap ketiga korporasi tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025. Setelah putusan tersebut, Kejaksaan Agung mengajukan kasasi pada 27 Maret 2025 untuk menolak putusan lepas tersebut.
Penyidikan dan pemeriksaan saksi terkait dugaan suap dan gratifikasi masih berlangsung pada Juni 2025. Jadi, proses persidangan utama sudah dimulai sejak Februari 2025, dengan putusan pada Maret 2025, dan proses hukum lanjutan (kasasi dan penyidikan) masih berjalan hingga pertengahan 2025.**