Penulis: Yuran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Sudah lama pensiun dari jabatan wakil presiden dan sudah lama pula mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, 89, tidak bicara di publik. Kali ini dia muncul dalam sebuah pernyataan politik bahwa banyak purnawirawan TNI, termasuk dirinya, menilai Gibran Raka Buming tidak layak menduduki jabatan sebagai wakil presiden dan keberadaannya dianggap sebagai beban bagi pemerintahan serta negara.
Pernyataan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno tentang ketidaklayakan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden disampaikan secara terbuka pada sekitar awal April 2025, tepatnya saat momen Lebaran pada 9 April 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Try Sutrisno mengutarakan keprihatinannya dan memberikan restu terhadap tuntutan pencopotan Gibran yang diajukan oleh Forum Purnawirawan TNI.
Surat tuntutan resmi yang ditandatangani oleh Try dan ratusan purnawirawan lainnya kemudian beredar dan menjadi sorotan publik pada pertengahan hingga akhir April 2025, khususnya pada tanggal 17 dan 20 April 2025 saat forum tersebut mengumumkan tuntutannya secara resmi
Try Sutrisno memberikan restu dan mendukung tuntutan pencopotan Gibran yang diajukan oleh Forum Purnawirawan TNI, yang juga telah ditandatangani oleh ratusan purnawirawan berpangkat tinggi dari berbagai matra TNI.
Mereka mengusulkan agar pergantian wapres dilakukan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) karena menilai posisi Gibran tidak sesuai dan menimbulkan kekacauan dalam kondisi bangsa saat ini.
Mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno mendukung tuntutan pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang diajukan oleh Forum Purnawirawan TNI. Alasan utama Try Sutrisno dan para purnawirawan adalah ketidaklayakan Gibran memegang jabatan wapres serta dianggap sebagai beban bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Mereka menilai Gibran tidak memiliki kapasitas yang memadai dan keberadaannya justru menimbulkan beban negara, termasuk biaya untuk membayar buzzer guna membangun citranya.
Try Sutrisno bahkan menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang memaksakan posisi Gibran sebagai wapres tanpa pertimbangan luas sebagai negarawan, sehingga akibatnya harus ditanggung oleh negara dan rakyat.
Selain itu, dalam surat tuntutan yang ditandatangani Try Sutrisno dan sejumlah purnawirawan tinggi TNI lainnya, mereka mengusulkan agar pergantian wapres dilakukan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI). Surat ini telah beredar luas dan mendapat dukungan dari ratusan purnawirawan berpangkat jenderal, laksamana, marsekal, dan kolonel.
Try Sutrisno juga mengingatkan bahwa pendahulu-pendahulu dirinya yang pernah menjabat wapres memiliki kualitas dan kapabilitas yang jauh lebih baik, sehingga ia merasa heran dan kecewa dengan kondisi saat ini.
Ia menilai keputusan Jokowi memaksakan posisi Gibran sebagai wapres tidak mempertimbangkan kepentingan bangsa secara luas.
Singkatnya, alasan Try Sutrisno meminta agar wapres Gibran diganti adalah karena dianggap tidak layak, menjadi beban pemerintahan, dan posisi tersebut dipaksakan oleh Jokowi tanpa pertimbangan yang matang, sehingga menimbulkan konsekuensi negatif bagi negara dan pemerintahan saat ini.
Try Sutrisno lahir pada 15 November 1935 di Surabaya, Jawa Timur, dari keluarga sederhana. Ia memulai karier militernya pada tahun 1956 sebagai taruna di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) dan lulus pada 1959.
Pengalaman tempur pertamanya adalah saat melawan pemberontakan PRRI pada 1957. Pada 1962, ia terlibat dalam Operasi Pembebasan Irian Barat dan bertemu Soeharto yang kemudian berperan penting dalam kariernya.
Karier Try terus menanjak dengan berbagai posisi penting, seperti ajudan Presiden Soeharto (1974), Kepala Komando Daerah Staf KODAM XVI/Udayana (1978), Panglima Daerah KODAM IV/Sriwijaya (1979), dan Panglima Daerah KODAM V/Jaya (1983). Pada 1985, ia menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat dan setahun kemudian Kepala Staf Angkatan Darat.
Puncak karier militernya adalah menjabat Panglima ABRI (sekarang TNI) dari 1988 hingga 1993, memimpin seluruh angkatan militer dan Polri, termasuk menghadapi pemberontakan GPK di Aceh dan insiden di Timor Timur.
Politik Try Sutrisno mencapai puncaknya saat ia diangkat menjadi Wakil Presiden Indonesia keenam pada 1993, mendampingi Presiden Soeharto hingga 1998. Ia dikenal sebagai sosok yang jujur, sederhana, loyal, dan berdedikasi tinggi, dengan latar belakang militer yang kuat serta hubungan yang baik dengan Presiden Soeharto dan kalangan militer. **