Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM– Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, mengesahkan Revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang, Kamis hari ini, 20 Maret 2025. Sementara di luar gedung DPR RI, massa mahasiswa terus mengepung gedung perwakilan rakyat.
Pengesahan itu berlangsung dalam forum Rapat Paripurna, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sebelum pengambilan keputusan tingkat II, Utut Adianto Ketua Komisi I DPR RI menyampaikan laporan hasil pembahasan panitia kerja, di hadapan para peserta Rapat Paripurna.
Selanjutnya, Puan Maharani Ketua DPR RI selaku pimpinan rapat menanyakan kepada fraksi-fraksi dan seluruh peserta rapat mengenai hasil pembahasan revisi UU TNI.
“Sekarang tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” ucap Puan.
Lalu, para anggota dewan merespons pertanyaan pimpinan rapat dengan kata setuju, dan Puan Maharani mengetok palu tanda pengesahan.
Sekadar informasi, dalam rapat kerja/Pembahasan Tingkat I, Selasa, 18 Maret 2025, delapan fraksi di DPR RI yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, dan Partai Demokrat setuju dengan pengesahan RUU TNI.
Revisi UU TNI mencakup sejumlah poin penting. Antara lain, perpanjangan usia dinas keprajuritan, perluasan kewenangan TNI lewat penambahan instansi sipil yang bisa diduduki prajurit aktif, dan penambahan tugas TNI untuk operasi di luar perang.
Terkait itu, berbagai elemen masyarakat dari kalangan akademisi dan aktivis menolak Revisi UU TNI karena pembahasannya dianggap kurang melibatkan publik, dan berpotensi menghidupkan Dwifungsi ABRI seperti masa Orde Baru.
Rencananya, hari ini kelompok mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), menggelar aksi unjuk rasa menolak Revisi UU TNI, yang terpusat di Gedung DPR RI, kawasan Senayan, Jakarta.
Massa Kepung DPR RI
Massa aksi di Indonesia menggelar demonstrasi besar-besaran menolak pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 20 Maret 2025.
Aksi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Universitas Indonesia, dan Aliansi Perempuan Indonesia, yang berkumpul di depan Gedung DPR di Senayan, Jakarta.
Para demonstran menuntut pembatalan UU TNI, dengan alasan bahwa proses pembahasannya minim partisipasi publik dan dianggap terburu-buru. Mereka mengkhawatirkan bahwa UU ini dapat mengembalikan dwifungsi TNI, mirip dengan era Orde Baru, di mana militer berperan dalam urusan sipil.
Salah satu orator menyatakan, “Kalau sampai disahkan, kita kembali ke Orde Baru” dan menekankan pentingnya supremasi sipil dalam pemerintahan.
Dalam aksi tersebut, para peserta juga menyoroti banyaknya pasal bermasalah dalam UU TNI. Misalnya, penambahan posisi jabatan publik yang dapat diisi oleh prajurit aktif dan operasi militer yang bisa dilakukan tanpa kontrol sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan menegaskan bahwa proses pembahasan UU ini cacat konstitusional karena kurangnya transparansi.
Sebagai respons terhadap demonstrasi ini, pihak kepolisian mengerahkan sekitar 5.021 personel untuk mengamankan situasi di sekitar Gedung DPR. Pengamanan dilakukan untuk mencegah massa aksi memasuki area gedung sambil tetap menghormati hak mereka untuk menyampaikan pendapat.
Reaksi dari DPR
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan kesiapan untuk menjelaskan isi dan tujuan dari UU TNI kepada massa demonstran. Ia berargumen bahwa revisi UU ini bertujuan untuk memperjelas batasan tugas non-militer prajurit dan memastikan bahwa TNI tidak kembali ke era yang tidak diinginkan.
Aksi ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap proses legislasi yang dianggap tidak melibatkan suara rakyat secara cukup dan menimbulkan kekhawatiran akan pengembalian kekuasaan militer dalam ranah sipil. **