Oleh Anwar Hudijono
SEORANG anak milenial cerita setiap kali memulai hijrah, masalah selalu timbul. Mulai kehilangan proyek, dibohongi orang.
Apakah saya harus membatalkan niat saya untuk hijrah? Begitu ungkapan di akhir curhatnya.
Seorang ibu usia 50 an punya masalah serupa. Tatkala start hijrah cobaan dan masalah datang bertubi-tubi. Mulai disingkirkan komunitas sampai bangkrut dan sakit.
Banyak sekali kisah hijrah demikian. Sehingga terkesan hijrah itu seperti menapak jalan ekstra terjal licin berliku-liku rumit penuh risiko.Selalu dibarengi masalah bertubi-tubi. Hijrah dan ujian seperti dua sisi pada sekeping mata uang.
Kisah hijrah di zaman now hampir selalu bisa dipahami dalam perspektif Quran surah Ali Imran 133 – 136 dan 142.
Startnya niat untuk segera berislam lebih baik. Meninggalkan maksiat dan mungkarat dan mulai taat syariat serta banyak mengamalkan ibadah sunah.
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,”
(QS. Ali ‘Imran 3:133)
Dari situ lantas mempedomani ayat 134 dan 135.
“(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 134)
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 135)
Lantas teguh konsisten berusaha menggapai tujuan finis hijrah yaitu:
“Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 136)
Nah, ternyata untuk sampai finis itu banyak ujian. Miriplah untuk tamat setiap jenjang pendidikan sekolah barus pakai ujian. Beratnya ujian sepadan dengan jenjangnya.
Yang namanya ujian itu mesti sulit. Ujian yang mudah itu tidak meyakinkan. Ujian gampang itu lucu.Hal itu ditegaskan di ayat 142.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 142)
Tahapani ini wajib dilalui setiap insan hijrah. Hal itu terjadi sejak hijrah dalam konteks pindah dari Mekah ke Medinah, sampai istilah hijrah dalam arti kuitatif dari Islam yang kurang atau tipid-tipis menjadi muslim kaffah.
Contoh Syuaib Ar Rumi. Demi hijrah dia tinggalkan anak istri harta saudara semuanya. Tatkala Rasulullah tahu, Beliau dawuh ,”beruntunglah Syuaib. Beruntunglah Syuaib.”
Demikian pula sahabat yang hijrah banyak rintangan. Ada yang dicegat, dikriminalisasi, dirampas hartanya, kelaparan, penuh penderitaan.
Oleh ksrena itu, hijrah bernilai jihad fi sabilillah.
“Dan barang siap berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di Bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 100)
Pada akhirnya perjalanan hijrah akan ditentukan yang punya hajat. Apakah ibarat sepur langsir maju mundur, atau angkot maju jalan lantas ngeteagi atau ibarat kapal sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai.
Takbir!!!
Rabbi a’lam
Anwar Hudijono, jurnalis tinggal di Sidoarjo