Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengembalikan berkas perkara kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 km di Tangerang ke penyidik Bareskrim Polri. Pengembalian ini merupakan yang kedua kalinya dan disebabkan karena berkas perkara dinilai belum lengkap serta petunjuk jaksa penuntut umum (JPU) belum dipenuhi oleh penyidik.
Jaksa telah memberikan petunjuk agar perkara ini disidik menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), mengingat adanya indikasi kuat tindak pidana korupsi yang melibatkan suap, pemalsuan surat, dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus tersebut.
Pengembalian pertama dilakukan pada 25 Maret 2025 karena berkas perkara dinilai belum lengkap dan petunjuk jaksa belum dipenuhi oleh penyidik Bareskrim Polri.
Pengembalian kedua dilakukan pada 14 April 2025, kemudian berkas tersebut kembali diterima Kejagung pada 10 April 2025 tanpa kelengkapan petunjuk, dan akhirnya dikembalikan lagi ke penyidik pada 16 April 2025.
Jadi, pengembalian berkas BAP terakhir dilakukan pada 16 April 2025 karena penyidik belum memenuhi petunjuk jaksa untuk menindaklanjuti kasus ini sebagai tindak pidana korupsi.
Jaksa menegaskan bahwa berkas perkara harus dilengkapi sesuai petunjuk karena beban pembuktian berada pada penuntut umum saat persidangan nanti. Namun, penyidik Bareskrim belum memenuhi arahan tersebut dan mengembalikan berkas tanpa melengkapi petunjuk yang diberikan.
Kejagung meminta agar penyidikan dilanjutkan dengan melibatkan pasal-pasal tindak pidana korupsi agar penanganan kasus menjadi lebih tepat dan efektif.
Kasus ini menyeret Kepala Desa Kohod dan beberapa pihak lain yang diduga melakukan pemalsuan sertifikat hak milik dan hak guna bangunan (SHM dan SHGB), serta dugaan suap dan penyalahgunaan kewenangan terkait pemagaran laut di Tangerang.
Kejagung menilai kasus ini harus ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) agar proses hukum dapat berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Singkatnya, berkas BAP kasus pemagaran laut di Tangerang dikembalikan oleh Kejaksaan Agung ke Bareskrim karena berkas tersebut belum lengkap dan belum memenuhi petunjuk jaksa untuk disidik sebagai tindak pidana korupsi.
Berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 km di Tangerang dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena berkas tersebut dianggap belum lengkap dan tidak mencantumkan unsur tindak pidana korupsi.
Jaksa penuntut umum menemukan adanya indikasi kuat tindak pidana korupsi, termasuk dugaan suap, gratifikasi, pemalsuan dokumen, dan penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik, namun berkas yang dikirim oleh penyidik Bareskrim Polri hanya berisi dugaan pemalsuan dokumen tanpa memasukkan unsur korupsi.
Karena beban pembuktian ada pada jaksa, berkas yang tidak lengkap harus dikembalikan agar penyidik dapat melengkapi dan menindaklanjuti penyidikan menggunakan Undang-Undang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi).
Perbedaan pandangan antara Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri juga menjadi alasan pengembalian berkas. Polri berpendapat kasus ini hanya pemalsuan surat tanpa kerugian negara, sedangkan Kejaksaan melihat adanya potensi kerugian negara dan pelanggaran korupsi yang harus disidik lebih lanjut. Karena itu, Kejaksaan mengembalikan berkas agar penyidik mengembangkan penyidikan ke ranah tindak pidana korupsi sesuai petunjuk jaksa.
Pejabat Kejaksaan Agung yang menangani kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 km di Tangerang adalah Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung.
Secara khusus, Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, dan Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, disebut aktif dalam penanganan kasus ini. Selain itu, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, juga memberikan keterangan resmi terkait pengembalian berkas perkara tersebut.
BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dalam kasus pemagaran laut di Tangerang dibuat oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Salah satu penyidik yang terlibat adalah AKBP Elly Triana Dewi, yang pernah meminta agar jawaban saksi dalam BAP dihapus terkait penyebutan Perda. Selain itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, juga disebut sebagai pejabat yang memimpin penyidikan dan pelimpahan berkas perkara tersebut.
Jadi, BAP dibuat oleh penyidik dari Dittipidum Bareskrim Polri di bawah koordinasi pejabat seperti AKBP Elly Triana Dewi dan Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro. **