JOMBANG, SWARAJOMBANG.com – Usulan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa yang digulirkan oleh ribuan Kepala Desa se Indonesia, pekan lalu dengan berunjuk rasa di Gedung DPR RI Jakarta menuai kritik keras dari beberapa kalangan.
Mereka menuntut agar bunyi pasal 39 ayat (1) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 diganti,dari 6 tahun menjabat menjadi 9 tahun.
Dalam orasinya, Persatuan Kepala Desa dari beberapa daerah mengancam akan menggemboskan suara Partai politik pada Pemilu 2024 nanti bagi yang tidak mendukung perpanjangan masa jabatan Kepala Desa.
“Kami tunggu,apakah dalam Tahun 2023 ini revisi Undang Undang Desa masuk dalam Program Legislasi Nasional atau tidak.Maka kami peringatkan kepada Parpol yang tidak memperjuangkan aspirasi ini,pada Pemilu 2024 nanti suaranya bisa nol di Desa,” ujar Farid Affandi Ketua Perkasa Kabupaten Pamekasan.
Alasan para Kepala Desa adalah, dengan perpanjangan masa jabatan akan memberikan waktu panjang untuk menyejahterakan warga.
Program kerja serta visi/misi bisa efektif dilaksanakan karena tidak terpengaruh oleh dinamika politik Pemilihan Kepala Desa.
Hani Adi Wijono, S.Pd,M.Psi pengamat masalah sosial politik saat diminta tanggapannya oleh SWARAJOMBANG.com Kamis (26/1/2023) terkait usulan perpanjangan jabatan Kepala Desa dirinya justru menentangnya.
Dikatakan Hani, bahwa hal tersebut wujud dari kemunduran demokrasi.
“Justru sebaliknya, bila perpanjangan masa jabatan dilakukan maka Kepala Desa akan lebih dominan dan terjebak pada otoritarian skala mikro yang bisa mempertajam polarisasi politik di desa,” jelas Hani.
Diingatkan juga oleh Hani, polarisasi yang berlebihan bisa menjadi antitesis demokrasi yang mengancam budaya berdemokrasi.
Hani menjelaskan bahwa dirinya juga melihat kejanggalan dalam persoalan ini.Semestinya Rakyat yang memilih yang menyampaikan aspirasi apabila memang menginginkan perpanjangan jabatan Kepala Desa.
“Faktanya hari ini, malah Kepala Desa yang berkuasa yang menyuarakan aspirasi perpanjangan jabatan, bukan rakyatnya. Hal inilah yang saya nilai sudah keluar dari jalur demokras,” ungkapnya.
Hani juga curiga bahwa gerakan ini bagian dari manuver politik elit Jakarta.
Bila perpanjangan masa jabatan Kepala Desa ini berhasil korelasinya sangat erat dengan isu perpanjangan masa jabatan pejabat politik lainnya seperti Kepala Daerah sampai ke Presiden.
Kecurigaan Hani tersebut “disempurnakan” lagi dengan pernyataan yang disuarakan oleh para elit partai beberapa waktu lalu tentang perlunya perpanjangan masa jabatan Presiden.
Suhartono aktifis Anti Korupsi saat diminta tanggapannya soal perpanjangan jabatan Kepala Desa dirinya menolak dengan keras rencana tersebut.
Hartono menuturkan, bila ditinjau dari semboyan Clean Governance, membangun pemerintahan yang bersih harus dimulai dari pembatasan kekuasaan seorang pemimpin.
“Perilaku koruptif akan terjadi bila seorang pemimpin berkuasa terlalu lama. Mereka akan seperti raja yang mempunyai sifat tidak ingin dikontrol karena merasa kuat. Maka pada titik inilah rakyat yang akan dirugikan karena pembangunan tidak bisa berjalan dengan baik,” ujar Hartono.