Penulis: Gandhi Wasono M | Editor: Priyo Suwarno
GRESIk, SWARAJOMBANG.COM- Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) Gresik, Jawa Timur, saat ini sudah memasuki tahun ke-12 memiliki sejarah panjang. Ada liku-liku yang harus dilalui untuk sampai titik menjadi lembaga pendidikan seperti saat ini.
“Karena itu saya selalu berpesan kepada kawan-kawan disini bahwa UISI sebagai lembaga pendidikan harus dikelola dengan baik supaya makin berkembang dan memberi kemanfaatan pada masyarakat,” kata Prof (HC) Dr. Ir, Dwi Soetjipto, MM, penggagas sekaligus pendiri UISI.
Dwi Soetjipto punya ide mendirikan UISI melalui sebuah proses perenungan yang cukup panjang. Awalnya setelah bahan baku semen di kawasan eksplorasi Semen Gresik (SG) sudah mulai menipis, dan lokasi eksplorasi sudah mulai pindah ke lokasi tambang baru di Tuban.
Pada saat itu, Dwi Soetjipto menjabat sebagai direktur utama SG mulai berpikir kira-kira apa yang bisa diwariskan untuk Gresik paska SG kelak sudah tidak ada lagi.
Tokoh BUMN Semen itu tak ingin sepeninggal bekas pabrik seluas 750 hektare beserta isinya hanya menjadi onggokan barang bekas semata yang tak memiliki makna. Perusahaan yang dikelolanya berdiri dan tumbuh besar selama setengah abad lamanya karena itu ketika SG pergi ia ingin SG meninggalkan sebuah warisan kebaikan untuk tanah yang pernah memberi banyak manfaat tersebut.
“Pemikiran itu sudah lama ada tapi saya masih mencari-cari apa kira-kira legacy yang tepat yang akan kami tinggalkan,” papar Dwi Soetjipto, yang pernah menjabat Dirut Pertamina juga SKK Migas tersebut.

Dalam proses perenungan itu ia mencoba menilik ke belakang bagaimana sejarah perjuangan Sunan Giri, salah satu dari Wali Songo, penyebar agama Islam di Jawa yang makamnya berdekatan dengan pabrik SG di masa lampau.
Setelah ia pelajari Sunan Giri yang lahir tahun 1442 dan tutup usia pada 1506 melakukan tiga hal. Yakni, pendidikan, yang diimplementasikan melalui syiar agama Islam. Peningkatan ekonomi, dengan pemanfaatan bebarapa telogo (telaga) Dowo sebagai sumber ekonomi masyarakat serta kebudayaan.
Kemudian kalau ditarik ke masa kini, dari ketiga inti perjungan Sunan Giri tersebut ada satu yang belum dilakukan yakni soal pendidikan. Kalau soal peningkatan ekonomi sudah dirintis oleh PT. Semen Indonesia, yang keberadaannya memberikan dampak ekonomi sangat besar bagi masyarakat Gresik.
Soal kebudayaan sudah dijalankan sepenuhnya oleh Pemda. “Dari situ saya muncul ide untuk mendirikan lembaga pendidikan atau perguruan tinggi sebagai warisan SG kelak. Karena kalau saya amati di Gresik belum ada perguruan tinggi besar dan kesohor,” papar Dwi.
Setelah melakukan rapat dan diskusi lalu disepakati untuk mendirikan terlebih dahulu Sekolah Tinggi Majamen Semen Indonesiaa (Stimsi). “Bahkan saya sendiri yang duduk sebagai rektor. Saat itu ruang kampus nya kecil, di kampus A yang ruangan tersebut bekas kantor pabrik SG,” papar Dwi.

Rasannya masih belum puas kalau hanya sekolah tinggi. Obsesi mendirikan sebuah unversitas besar dan berkualitas terus menyala-nyala. Atas dukungan Prof. Mohammad Nuh yang saat itu menjabat sebagai menteri pendidikan pihaknya mengajukan permohonan sekaligus mengumpulkan syarat-syarat formal yang dibutuhkan untuk berdirinya sebuah universitas. Singkat cerita setelah semua terpenuhi pada tahun 2014 berdirilah Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI).
Dwi Soetjipto sengaja menyematkan kata “Internasional” pada nama perguruan tinggi tersebut juga meniru semangat yang dimiliki oleh Sunan Giri ketika melakukan dalam syiar Islam.
“Di masa kejayaannya santri atau murid Sunan Giri itu bukan hanya datang dari nusantara saja tetapi sampai Vietnam. Jadi saya ingin UISI memiliki gelora yang sama. Kelak yang menuntut ilmu disini bukan hanya dari Indonesia saja tetapi juga datang dari luar negeri. Intinya UISI harus go internasional,” jelas Dwi dengan semangat.
Menurutnya ketika UISI tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang besar, terkenal dan sehat tentu akan memiliki efek kebaikan yang berlipat-lipat. Jika UISI berkembang baik bukan hanya almamater dan kota Gresik yang namanya melambung tapi juga membawa harum nama Semen Indonesia (dulu SG-red) itu sendiri.
Setelah UISI berdiri selain sebagai lembaga pendidikan dirinya juga ingin mendirikan laboratorium serta hutan kota di dalam kawasan bekas pabrik. Kalau di Semen Padang yang didirikan tahun 1910 sudah ada laboratoriuim semen basah ia ingin di bekas pabrik SG ada museum tentang proses pembuatan semen kering.

Soal gagasan membuat hutan kota tujuannya sebagai penyeimbang eksositem lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Gresik adalah kota industri yang banyak bercokol pabrik-pabrik besar yang tentu semua menimbulkan dampak lingkungan.
Kalau bekas tambang SG beserta lingkungan UISI tumbuh berbagai jenis tanaman tentu akan menjadi kawasan green yang berfungsi sebagai paru-paru kota. “Kalau di Bogor ada Kebun Raya Bogor, saya berharap di Gresik juga punya kebun raya pula,” imbuhnya.
Setelah berjalan beberapa saat lanjut Dwi dan kawan-kawan memiliki ide bahwa UISI tidak perlu membangun bagunan baru tetapi cukup memoles atau mengubah bekas pabrik menjadi bangunan kampus. “Saya sepakat karena ini sebagai contoh bagaimana warisan industri dapat diubah menjadi ruang pendidikan juga ibadah.”
Karena keunikannya itu sekitar dua tahun setelah pendirian UISI kementerian pendidikan memberikan menyematkan brand UISI adalah kampus heritage karena memanfaatkan gedung-gedung tua bekas pabrik menjadi tempat pendidikan.
Andhika Eko Prasetyo, S.T., M.T. dosen yang sejak 2013 menjadi staf pengajar di UISI menambahkan berdirinya UISI adalah gagasan besar dari Prof. Dwi Soetjipto yang memang dikenal sangat visioner. Di masa awal yang dijadikan banguanan ada coall mil baru setelah itu memanfaatkan silo. “Ide memanfaatkan bangunan pabrik menjadi gedung kampus itu bermula pada masa bagian Sarpas dikepalai Pak Hadi Cahyono,” kata Andhika dosen manajemen rekayasa.
“Tidak perlu buat gedung baru, gedung (coall mill) ini saja direnovasi,” kata Hadi Cahyono, kala itu usai melakukan survei ke bekas pabrik.
Andhika menambahkan ia tak tahu persis siapa yang mengagas ide silo dijadikan gedung pendidikan tetapi di Jerman ada bekas silo yang dijadikan kantor.
“Mungkin di Jerman itu dijadikan ide oleh kawan-kawan,” imbuh Andhika yang sebelum bekas pabrik sebelumnya ada ide kampus ini didirikan di SMA SG tetapi dianggap kurang layak lalu digeser ke gedung A bekas perkantoran SG.
Saat ini lanjut Andhika, UISI sudah memiliki 10 progran studi diantaranya: Akuntansi, Ekonomi Syariah, Desain Komunikasi Visual, Informatika, Manajemen, Manajemen Rekayasa, Teknik Kimia, Teknik Logistik, Teknologi Industri Pertanian, serta Sistem Informasi.
“Tentu akan terus berkembang sesuai kebutuhan,” jelas Andhika yang saat ini jumlah mahasiswa UISI 2.200 mahasiswa yang makin tahun bertambah meningkat. **