Penulis: Anwar Hudijono | Editor: Hadi S Purwanto
JAKARTA, SWARAJOMBANG.com – Deputi Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyatakan bahwa modus operandi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin beragam. Oleh karena itu, diperlukan inovasi dalam upaya pencegahannya.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Di wilayah-wilayah terpencil, kadang-kadang sulit bagi kita untuk menjangkau korban TPPO,” ujar Deputi yang akrab disapa Lisa dalam Forum FGD Sinergitas Pencegahan TPPO dengan tema Junjung Tinggi Hak Asasi Manusia, Cegah dan Lawan Segala Bentuk Perdagangan Orang yang diselenggarakan Kepolisian RI di Jakarta (1/10/2024).
Menurut dia, data menjadi tantangan utama dalam upaya penindakan dan rehabilitasi bagi korban TPPO. Selain itu, pengembangan sistem layanan dan penguatan jejaring kerja sama antara pemerintah pusat, daerah, komunitas, media massa, dunia usaha, serta lembaga bantuan hukum juga sangat diperlukan.
Lisa juga menambahkan upaya pencegahan dan penanganan TPPO telah diperkuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, terutama melalui kebijakan ketangguhan diplomasi yang fokus pada perlindungan WNI secara preventif.
“Ini artinya isu TPPO akan terus menjadi isu prioritas hingga 20 tahun ke depan. Jadi, penting bagi kita semua untuk terus mengawalnya,” ujar Lisa.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Kemenko Polhukam menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi dalam penanganan TPPO. “Kita harus bersinergi, menghilangkan ego sektoral, dan bekerja sama dalam upaya pencegahan dan penanganan TPPO.”
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kampanye publik secara masif untuk meningkatkan kesadaran tentang TPPO, serta perlunya peningkatan kapasitas petugas di lapangan.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati, turut menekankan pentingnya pemberdayaan korban TPPO untuk mencegah terjadinya pengulangan. “Seringkali terjadi kenapa mereka jadi korban lagi, pergi lagi, karena belum ada upaya pemberdayaan di hilirnya,” kata Ratna.
Data statistik dari Kementerian Luar Negeri mengungkapkan bahwa dalam periode 2020 hingga Maret 2024, setidaknya 3.703 Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban kejahatan Online Scamming, di mana sekitar 40 persen dari jumlah tersebut teridentifikasi sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sementara itu, berdasarkan data Bareskrim Mabes Polri, sepanjang tahun 2023, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menangani 1.061 kasus TPPO dengan jumlah korban mencapai 3.363 orang.(*/ANO)