Penulis: Hadi S Purwanto | Editor: Hadi S Purwanto
BLITAR, SWARAJOMBANG.com – Banyak data palsu terkait data pemohon redistribusi tanah eks-Perkebunan Karangnongko yang ditandatangani Bupati Blitar yang kemudian ditetapkan dengan Surat Keputusan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur Nomor: 233/SK-35.NP.02.03/XII/2021 Tentang Penetapan Tanah Yang Dikuasai Langsung Oleh Negara Menjadi Tanah Obyek Redistribusi Yang Terletak di Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Para Penggugat yang tidak mendaftar sebagai peserta redistribusi tanah ternyata didaftar dan nama-nama mereka muncul dalam surat keputusan tersebut. Mereka mengatakan tanda tangan mereka sebagai pemohon redistribusi tanah jelas dipalsu.
“Saya dan kawan-kawan tidak daftar sebagai peserta redistribusi tanah di Hadi Sucipto selaku ketua panitia. Anehnya, nama saya dan kawan-kawan ada di surat pemohon redistribusi tanah yang ditandatangani Bupati Blitar. Kok bisa. Terus siapa yang menandatangani berkas-berkasnya,” ujar Sukayak.
Dikatakan, teman-temannya seperti Sutrisno, Purwanto, Antonius Suraji, Kusno AP, Ginem, Pitoyo, Supadi, Franselina Tipul, Wito, Katijem, Sutoyo, Suyati dkk tidak mendaftar ke panitia redistribusi tanah eks-Perkebunan Karangnongko, tetapi nama-nama mereka muncul sebagai peserta redistribusitanah.
“Yang lucu adalah Supadi, sudah meninggal dunia. Masak orang sudah meninggal dunia kok bisa tanda tangan,” ujar Sukayak.
Untuk itu, ia memastikan berkas-berkas permohonan redistribusi tanah tersebut jelas dipalsu.
Purwanto menjelaskan, seharusnya Bupati Blitar meneliti lebih dahulu dengan cara mengundang para pemohon redistribusi tanah untuk melakukan validasi apakah mereka benar-benar menjadi peserta redistribusi tanah yang diusulkan Bupati Blitar sebagai Ketua Tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Blitar.
“Yang membuat kami heran ada apa Bipati Blitar sampai berani menandatangani daftar peserta redistribusi tanah dengan data palsu? Bukankah kami sudah berulangkali melakukan aksi unjuk rasa menolak usulan redistribhsi tanah eks-Perkebunan Karangnongko, karena sudah ada putusan pengadilan,” ujar Putwanto.
Sukayak, Purwanto dan kawan-kawannya mengatakan, mereka akan melaporkan masalah pemalsuan data ini kepada polisi.
“Sekarang kami sudah tidak menduga-duga lagi apakah ada data palsu dalam berkas-berkas usulan redistribusi tanah eks-Perkebunan Karangnongko. Kalau tanda tangan kami tidak dipalsu, bagaimana mungkin nama-nama kami muncul sebagai peserta redistribusi tanah padahal kami selalu menolak usulan redistribusi tanah. Dua rekan kami Sahum dan Hariono sampai dithukum penjara empat bulan gara-gara menolak redistribusi tanah dengan dituduh menghalang-halangi petugas negara melaksanakan tugasnya,” ujar Purwanto.
Pengacara para penggugat eks-Perkebunan Karangnongko Musnaam, SH, Mhum dan Drs Pujihandi, SH, MH mengatakan, pihaknya terus mengumpulkan data-data terkait dengan dugaan adanya pemalsuan terkait dengan usulan redistrbusi tanah eks-Perkebunan Karangnongko.
Mereka heran dengan siap para pejabat di Kabupaten Blitar yang tidak mau menghormati putusan pengadilan, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor: 68/Pdt.G/1999/PN.Blt tanggal 20 Januari 2000 jo Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor: 412/Pdt/2000/PT.Sby tanggal 26 Oktober 2000 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2191K/Pdt/2001 tanggal 20 Nopember 2007 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 615PK/Pdt/2011 tanggal 20 Mei 2013.
Pada tanggal 27 Oktober 2008 telah dilakukan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Blitar di mana bagian-bagian tanah hunian dan garapan 154 otang Penggugat (Sukayak dkk) yang terletak di atas Perkebunan Karangnongko sebagaimana tersebut dalam Sertipikat Hak Guna Usaha Nomor: 3/Desa Modangan dan Nomor 5/Desa Modangan telah dieksekusi Pengadilan Negeri Blitar dan diserahkan kepada Para Penggugat sebanyak 154 orang dengan bukti Berita Acara Eksekusi Nomor: 89/Pdt.G/1999/PN.Blt tanggal 27 Oktober 2008.
Hingga saat sekarang BPN belum mengukur dan memisah-misah lahan garapan dan hunian Para Penggugat (154 orang) dan juga belum memberi sertipikat tanah kepada mereka, padahal berdasarkan putusan pengadilan 154 orang penggugat tersebut mendapat prioritas pertama untuk diberi sertipikat tanah.