Penulis: Wibisono | Editor: Priyo Suwarno
JOMBANG, SWARAJOMBANG.COM- Setelah viral di dunia maya, kini muncul fakta di dunia nyata tagihan Rp 12,7 juta untuk nenek Masruroh, 62 tahun, warga Kwaron, Diwek, Jombang dinyatakan sudah lunas oleh PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang, Jawa Timur.
Kepastian lunas itu, dilaporkan oleh awak akun Instagram@jombanginfromasi_, dalam unggahannya Rabu, 1 Mei 2025, ketika jurnalis medsos itu melakukan konformasi langsung kepada Manajer Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo di kantonya.
Saat dimintai klarifikasi, Wahyu mengatakan bahwa tagihan utang untuk nenek Masruroh atau Bapak usman, sudah dinyatakan selesai atau clear. Menjawab wartawan @jombanginformasi_, dia mengimbau kepada masyarakat untuk tetap memperhatikan keselamatan dalam menggunakan listrik.
“Intinya kita ini ingin, agar pelanggan itu aman dan nyaman memakai listrik,” tambah Dwi.
Mengapa kok tiba-tiba clear Pak? “Intinya sudah close,” jawab Dwi. manajer itu menegaskan dirinya hanya bisa mengatakan bahwa urusan itu suda close, “Hanya itu saja yang bisa kami sampaikan. Kami itu pembayaran kan PPOB, atau lewat online. Itu semua sudah lunas,” tuturnya.
Sebelumnya ketua Forum Rembuk Masyarakat Jombang (FRMJ), Mohammad Fattah alias Cak Fatah, melakukan gerakan untuk membantu mbak Masruroh. Dia bersama anggotanya menggunakan kotak kardus, mencari sumbangan sukarela kepada para PKL anggotanya.
Dia mengantakan warga Jombang siap membantu Mbah Masruroh untuk membayar utangya kepada PLN Jombang, lewat sumbangan itu. Saat uang sudah terkumpul, Cak Fattah bersama beberapa anggotanya mendatangi kantor PLN Jombang, Rabu 30 April 2025.
Namun niatnya menyerahkan langsung bertemu dengan manajer ULP Jombang tidak kesampaikan, dia diadang oleh satpam dan tidak bisa menemui pimpinan untuk menyerahkan uang pelunasan utang mbah Masruroh.
Mbah Masruroh pertama kali mengetahui ada tagihan listrik besar tersebut melalui pesan WhatsApp yang diterimanya menjelang Idulfitri 1446 H. Tagihan tersebut mencapai sekitar Rp 12,7 juta dan atas nama almarhum ayahnya, Naif Usman, yang telah meninggal sejak 1992.
PLN menuding Masruroh melakukan pelanggaran atau pencurian listrik sejak tahun 2022. Pada awalnya, daya listrik rumah Masruroh tercatat 450 watt, kemudian bertambah menjadi 900 watt, dan setelah suaminya meninggal pada 2014, daya listrik tercatat naik menjadi 2.200 watt. Dugaan pelanggaran ini menjadi dasar munculnya tagihan besar tersebut.
Masruroh mengaku tidak mengetahui adanya tunggakan tersebut dan merasa bingung karena tagihan masih menggunakan nama ayahnya yang sudah lama meninggal. Ia juga mengaku tidak mampu membayar tagihan sebesar itu karena hanya hidup dari berjualan gorengan keliling.
Sejak Desember 2022, Masruroh sudah menunggak angsuran pembayaran tagihan listrik meskipun sempat membayar uang muka sekitar Rp 3,8 juta. Karena tunggakan angsuran yang macet, PLN memutus aliran listrik di rumahnya pada 24 April 2025, sehingga token listrik tidak bisa diisi lagi.
PLN menegaskan bahwa pelanggan dengan tunggakan tidak diperbolehkan menerima aliran listrik sebelum melunasi atau mencicil utang. Hingga kini, belum ada kebijakan penghapusan tunggakan pelanggan, dan permohonan keringanan harus mendapat persetujuan manajemen PLN wilayah setempat.
Masruroh berharap PLN dapat menghapus utang tersebut, karena ia merasa tidak mampu membayar dan tidak mengetahui penyebab tunggakan itu.
Singkatnya, utang PLN Rp 12 juta yang menimpa Masruroh bermula dari dugaan pelanggaran penggunaan listrik sejak 2022, dengan tagihan yang tercatat atas nama almarhum ayahnya, dan berujung pada pemutusan listrik setelah tunggakan tidak dibayar. **