Penulis: Eko Winarto | Editor: Priyo Suwarno
LOMBOK, SWARAJOMBANG.COM- Masih ingat nama I Wayan Agus Suwartama? Ia adalah pria muda penyandang disabilitas tanpa kelengkapan kedua tanggannya yang pernah menggemparkan Lombok, karena kasus pelecehan seksual beberapa wanita.
Ia bikin sensasi baru melakukan upacara pernikahan Hindu dengan gadis pujaanya bernama Ni Luh Nopianti di Lombok, 13-14 April 2025. Lebih dari itu, upacara pernikahan itu berbeda dengan yang lainnya, karena Agus pada saat ini sedang menjalani masa tahanan yang belum selesai. Karena kasusnya belum ada vonis dari hakim.
Pernikahan ini tetap dilaksanakan, meskipun I Wayan Agus Suwartama tisak bisa hadir secara fisik fisik karena masih berstatus sebagai tahanan di Rumah Tahanan Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat, NTB.
Dalam prosesi pernikahan tersebut, sosok Agus digantikan oleh sebilah keris yang dibungkus kain putih, yang menjadi simbol purusa (roh laki-laki) dalam tradisi Hindu Bali. Acara pernikahan I Wayan Agus Suwartama dengan Ni Luh Nopianti dilaksanakan di Lombok, tepatnya di Rumah Tahanan Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), tempat Agus masih menjalani masa tahanan.
Upacara ini dikenal sebagai Widhi Widana, yang merupakan penyatuan dua keluarga dan diakui oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Pernikahan ini telah direncanakan jauh sebelum Agus terseret kasus pelecehan seksual, dan meskipun Agus tidak hadir, pernikahan secara adat ini tetap sah karena telah memenuhi syarat persetujuan kedua keluarga, dipimpin oleh tokoh adat, dan dilengkapi dokumen adat.
Prosesi meliputi ritual seperti pembacaan mantra, pemasangan tikar, pemberian sesajen, dan penyatuan tali suci. Pernikahan ini belum dicatat secara administratif karena Agus masih menjalani proses hukum.
Pengacara Agus, Ainuddin, menjelaskan bahwa penggunaan keris sebagai pengganti mempelai pria menegaskan ikatan spiritual dan adat yang diakui oleh alam, leluhur, dan masyarakat adat Bali.
Keluarga berharap Agus dapat segera menyusul untuk melengkapi prosesi resepsi dan ngunduh manten ketika situasi memungkinkan. Dari pihak keluarga I Wayan Agus Suwartama yang hadir dalam prosesi pernikahan adat tersebut adalah kakak kandung Agus dan ibu kandungnya.
Mereka hadir bersama keluarga mempelai wanita serta tokoh adat dan perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) untuk menyaksikan upacara yang digantikan oleh keris sebagai simbol kehadiran Agus.
Agus dan Ni Luh Nopianti sudah berpacaran sebelum kasus hukum yang menimpa Agus muncul, namun tidak disebutkan secara spesifik sejak kapan tepatnya mereka mulai berpacaran. Informasi yang ada hanya menyebutkan bahwa hubungan mereka sudah dalam tahap pacaran saat itu, sebelum rencana pernikahan yang sudah direncanakan jauh sebelumnya.
Kasus Pelecehan
Agus saat ini masih menjalani masa hukuman di Lombok, dalam kasus pelecehan seksual. Modus yang dilakukan Agus bermula saat korban meminta bantuan Agus untuk diantar ke kampus. Namun, Agus justru mengajak korban berkeliling beberapa kali di kawasan Islamic Center Mataram dan kemudian mengarahkan korban ke sebuah homestay.
Di sana, hubungan yang terjadi menurut Agus atas dasar suka sama suka tanpa paksaan. Korban bahkan sempat meminta uang Rp 50.000 dari Agus setelah pertemuan tersebut.
Masalah mulai mencuat ketika Agus bertemu dua teman korban di kawasan Islamic Center setelah keluar dari homestay, dan foto-foto mereka tersebar di media sosial. Hal ini memicu laporan polisi.
Agus menjalani pemeriksaan intensif di Mapolda NTB, termasuk pemeriksaan tambahan yang fokus pada kronologi interaksi dengan korban. Pada pemeriksaan pertama, Agus ketakutan sehingga beberapa fakta belum terungkap.
Agus adalah penyandang disabilitas (tunadaksa) yang tidak memiliki kedua tangan. Ia juga memiliki masalah di kampus, seperti jarang masuk kuliah dan konflik dengan teman-teman sesama mahasiswa. Konflik tersebut sempat diselesaikan secara damai, namun Agus juga pernah melaporkan teman-temannya ke polisi.
Pada 9 Januari 2025, berkas perkara Agus dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Mataram dan Agus resmi ditahan selama 20 hari menunggu jadwal sidang.
Agus didakwa melanggar Pasal 6 huruf a dan/atau Pasal 6 huruf c jo Pasal 15 ayat 1 huruf e UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022. Jika terbukti bersalah, Agus terancam hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 300 juta.
Beberapa korban telah mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal ini menunjukkan proses hukum yang sedang berjalan dan fakta-fakta yang terungkap selama penyidikan dan persidangan. **