Penulis: Priyo Suwarno | Editor: Hadi S. Purwanto
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Kantor Redaksi Tempo/ Bocor Alus menerima dua kali teror, berupa pengiriman kepala babi dan berlanjut dengan bangkai tikus. Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra mengatakan kiriman bangkai tikus makin memperjelas teror untuk redaksi Tempo.
Sebab, kata dia, sebelum mendapat kiriman bangkai tikus, redaksi Tempo menerima pesan ancaman melalui media sosial akun Instagram @derrynoah pada 21 Maret 2025. Pengendali akun itu menyatakan akan terus mengirimkan teror “sampai mampus kantor kalian”.
Menurut Setri, kiriman kepala babi dan tikus adalah teror terhadap kerja media dan kebebasan pers. “Pengirimnya dengan sengaja meneror kerja jurnalis,” katanya. “Jika tujuannya untuk menakuti, kami tidak gentar, tapi stop tindakan pengecut ini.”
Kantor Tempo mengalami serangkaian teror yang dimulai dengan pengiriman kepala babi dan diikuti oleh kiriman bangkai tikus. Berikut kronologi kejadian tersebut:
19 Maret 2025: Tempo menerima paket berisi kepala babi tanpa telinga yang ditujukan kepada Francisca Christy Rosana, seorang wartawan desk politik dan host siniar “Bocor Alus Politik”. Paket tersebut dikirim oleh seorang kurir yang menggunakan atribut aplikasi pengiriman barang dan diterima oleh petugas keamanan sekitar pukul 16.15 WIB.
20 Maret 2025: Francisca mengambil paket tersebut setelah pulang dari tugas liputan. Ketika dibuka oleh rekan kerjanya, bau busuk tercium, dan terlihat bahwa kepala babi tersebut masih mengeluarkan darah. Pimpinan Redaksi Tempo, Setri Yasra, menyatakan bahwa ini merupakan bentuk teror terhadap kebebasan pers dan menghambat kerja jurnalistik.
21 Maret 2025: Sebelum menerima kiriman bangkai tikus, redaksi Tempo mendapatkan ancaman melalui media sosial dari akun Instagram yang menyatakan akan terus mengirimkan teror. Setri Yasra menegaskan bahwa mereka tidak akan gentar menghadapi ancaman tersebut.
22 Maret 2025: Tempo kembali menerima paket berisi enam bangkai tikus yang juga dipenggal. Paket ini ditemukan oleh petugas kebersihan di luar gedung pada pukul 08.00 WIB. Tidak ada identitas pengirim pada paket ini, dan manajemen gedung melaporkan bahwa paket tersebut dilempar dari luar kompleks kantor.
Pihak kepolisian, termasuk Bareskrim Polri, telah memulai penyelidikan dengan memeriksa rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian dan mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi. Kapolri juga telah memerintahkan penyelidikan lebih lanjut untuk mengidentifikasi pelaku teror ini.
Tindakan ini telah menuai kecaman dari berbagai organisasi media dan pegiat kebebasan pers yang mendesak agar pelaku diusut tuntas. Tetapi biasanya, kasus seperti itu tidak terungkap secara terbuka, diselidiki tetapi tak ada ujungnya.
Potongan Kepala
Bukan cuma Tempo saja, 40 tahun silam pada tahun 1984 kantor redaksi Harian ‘Suara Indonesia’ yang terbit di Malang, juga pernah menerima kiriman sejenis itu, bukan kepala babi atau bangkai tikut melainkan potongan kepala manusia.
Kejadian ini terjadi dalam konteks yang lebih luas, yaitu selama periode penembakan misterius yang dikenal sebagai “Petrus” (penembakan misterius) di Indonesia, di mana banyak orang dieksekusi tanpa proses hukum.
Pengiriman potongan kepala manusia itu ditemukan pagi hari tanggal 16 November 1984, paket berisi kepala manusia diletakkan di depan pintu masuk kantor redaksi Suara Indonesia, di Jl.Hasyim As’Ari, Talun, kota Malang.
Kiriman ini ditujukan kepada mendiang Peter Rohi, yang saat itu menjabat sebagai Redaktur Pelaksana harian tersebut. Kepala manusia tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik warna merah dan kardus.
Kasdi, petugas office boy adalah orang pertama kali melihat ada bungkusan kresek merah kardus di pintu kantor redaksi ‘SI’. Seperti biasa, dia sekitar jam 05.00 pagi datang ke kantor, bersiap melakukan pekerjaannya.
Sontak Kasdi segera memanggil teman-temannya yang saat itu biasa tidur di kantor untuk menyaksikan bungkusan itu, pada saat itu ada juga Djodhi Wuryantoro, seorang redaktur senior yang juga tidur di kantor. Sontak kantor redaksi RI ribut, setelah dibuka bungkusan itu berisi potongan kepala manusia.
Pada saat itu, koran Suara Indonesia dikenal karena laporan investigatifnya yang kritis terhadap kasus-kasus penembakan misterius. Media ini aktif mengungkap fakta-fakta mengenai eksekusi para preman dan bromocorah. Korban Peterus itu biasanya diikattangannya, ada luka tembak pada jarak dekat, disertai tulisan: bromocorah, preman. Korban-korban itu pada umumnya orang-orang dengan tubuh bertato.
Korban-korban dibuang begitu saja di pasar atau tempat ramai, banyak pula pula yang dibuang ke kawasan dimana disitu banyak preman. Diduga akibat seringnya memberitakan korban Petrus, Suara Indonesia kemudian mendapat ancaman seperti tersebut di tas.
Setelah menerima kiriman tersebut, redaksi Suara Indonesia memutuskan untuk tidak terbit keesokan harinya sebagai bentuk protes terhadap teror yang dialami. Meskipun demikian, mereka tetap melanjutkan laporan mengenai kasus-kasus penembakan misterius dan tetap bersikap kritis terhadap tindakan pemerintah.
Kejadian ini menjadi salah satu contoh paling mencolok dari ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia pada era Orde Baru. Pengiriman kepala manusia bukan hanya sekadar tindakan kekerasan, tetapi juga simbol dari upaya untuk membungkam suara-suara kritis dan menakut-nakuti jurnalis agar tidak melaporkan kebenaran. Hal ini menunjukkan betapa berbahayanya situasi bagi wartawan yang berani mengungkap realitas.
Namun sampai saat ini setelah kepala manusia itu diserahkan ke aparat kepolisian Malang, diteruskan ke RISUD Saiful Anwar, pihak redaksi Suara Indonesia tidak pernah mendapatkan info siapa identitas korban dan pelaku pengiriman kado sangat istimewa itu. **