Penulis: Hadi S Purwanto | Editor: Wibisono
JOMBANG, SWARAJOMBANG.COM – Pada Mei 2023 silam, dua pejabat Pemkab Jombang yang ditanya soal muasal angka tunjangan perumahan dewan sebagaimana ditetapkan dalam Perbup 5/2022, keduanya menyebut kata Sucofindo.
Maksudnya, angka tunjangan perumahan dewan yang masing-masing Ketua sebesar Rp 29.200.000, Wakil Ketua Rp 21.800.000, dan anggota Rp 18.800.000 per bulan itu dirujuk dari hasil appraisal KJJP Sucofindo.
Oleh keduanya, KJJP Sucofindo disebut terpercaya karena berbendera BUMN. Namun, saat diminta menunjukkan dokumen appraisal, keduanya sama-sama menunjuk Sekwan (Sekretaris DPRD Jombang).
Dan benar. Anggaran untuk appraisal memang ada di Sekretariat DPRD Jombang. Pagunya Rp 100 juta. Dan paket dengan kode RUP 30468644 itu terpampang jelas dalam sirup LKPP tahun anggaran 2021.
Sayangnya, paket bertajuk belanja jasa konsultasi penelitian appraisal hak dan keuangan DPRD yang dilaksanakan secara Pengadaan Langsung (PL) itu tidak terekam dalam dokumen pelaksanaan.
Penelusuran KREDONEWS.COM menjelaskan, dari 600 paket Pengadaan Langsung yang terekam dalam lembar paket non tender LPSE 2021, ternyata paket appraisal Sekwan tidak ditemukan.
Begitu pun pada lembar pencatatan non tender LPSE. Dari 123 paket yang muncul, paket jasa konsultasi penelitian appraisal hal dak keuangan DPRD itu juga tidak nongol.
Tidak puas dengan itu, pada 5 Juni 2023, LSM GeNaH (Generasi Nasional Hebad) bersurat ke Sekwan untuk meminta klarifikasi. Surat dengan nomer 069/LSM.GENAH/VI/2023 itu lebih menekankan permohonan untuk meminta salinan dokumen appraisal.
Surat klarifikasi LSM GeNaH mendapat jawaban tertulis pada 13 Juni 2023. Hanya saja, bobot surat jawaban yang diteken Sekretaris DPRD Jombang itu cenderung normatif dan belum menyentuh substansi permasalahan.
Pada intinya, Sekretaris Dewan menyebut bahwa besaran tunjangan perumahan untuk personil DPRD Jombang sudah sesuai aturan berlaku. Hanya itu. Tanpa merinci darimana angka tunjangan ditetapkan.
Dalam surat itu, Sekwan juga mengakui bahwa kegiatan appraisal senilai Rp 100 juta sudah dilaksanakan. Namun siapa pemenang paket dan berapa nilai kontrak, itu sama sekali tidak disebut.
Yang mengejutkan, dalam.surat itu, Sekwan memastikan bahwa pemenang paket appraisal bukanlah Sucofindo sebagaimana yang disebut 2 petinggi Pemkab. Lho, lantas siapa yang berbohong?
Lebih dari itu, dokumen appraisal yang statusnya adalah dokumen publik itu kenapa harus ditutupi? Benarkah dokumen appraisal itu ada? Atau, penetapan angka tunjangan perumahan dewan memang tanpa appraisal?
Sebab, sebelum Perbup 5/2022 terbit, satu peristiwa politik berupa aksi boikot para legislator atas LKPJ Bupati sempat mencuat ke permukaan. Diduga, pemicunya adalah soal kesenjangan tunjangan pejabat.
Saat itu, diketahui TPP Sekda Jazuli tembus Rp 43 juta per bulan. Angka ini melampaui BOP Bupati yang hanya mentok diangka Rp 33 juta per bulan.
Tidak hanya itu, TPP sejumlah pejabat struktural Pemkab juga ikut moncer. Antaralain Asisten di kisaran angka Rp 18 juta per bulan, Kepala Bagian di angka Rp 10 juta per bulan, serta Kepala Dinas dipatok Rp 15 juta per bulan.
Polemik kian ramai karena di level Asisten dan Kepala Bagian terjadi selisih angka. Yakni, Asisten I hanya mengantongi Rp 16 juta per bulan, sedang Asisten II dan III meraup Rp 18 juta per bulan.
Perbedaan angka menjadi sorotan karena beban kerja ketiga Asisten dinilai sama. Begitu pun dengan Kepala Bagian. Tercatat ada 3 Kabag yang mendapat TPP Rp 13 juta per bulan, sedang Kabag yang lain hanya Rp 10 juta per bulan.
Saat itu, Bupati Munjidah Wahab meminta Sekda Jazuli untuk mengevaluasi besaran TPP pejabat Pemkab.
Setelah itu, selang beberapa waktu kemudian, tiba-tiba agenda paripurna terkait LKPJ Bupati berjalan mulus. Seiring itu, Perbup 5/2022 pun terbit. (*)