Penulis: Tasyafarina Libas Tirani | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, telah meminta Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan audit terhadap sistem perpajakan baru yang dikenal sebagai Coretax. Permintaan ini disampaikan dalam acara Kumparan The Economic Insights 2025 di Jakarta, 19 Februari 2025.
Luhut menyoroti bahwa meskipun proses pengembangan Coretax telah berlangsung selama 10 tahun, sistem ini belum sepenuhnya rampung, bahkan saat uji coba sejak 1 Januari 2025 mengalami error. Hal ini, menurut dia, memicu kekhawatiran mengenai efektivitasnya dalam meningkatkan rasio pajak di Indonesia, yang saat ini stagnan di sekitar 10% dari produk domestik bruto (PDB).
Luhut mengemukakan beberapa alasan mendasar untuk audit tersebut. Coretax telah berjalan selama satu dekade tanpa penyelesaian yang memadai, menimbulkan pertanyaan mengenai kendala yang ada dalam implementasinya.
Meskipun Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan penerimaan pajak, rasio pajak tetap rendah. Luhut mengindikasikan bahwa audit dapat membantu mengidentifikasi masalah dan mempercepat perbaikan sistem.
Dalam konteks digitalisasi yang telah dilakukan selama sepuluh tahun terakhir, Luhut percaya bahwa Coretax harus dapat beroperasi secara baik untuk mendukung peningkatan penerimaan pajak yang diproyeksikan mencapai Rp 1.500 triliun.
Luhut menekankan pentingnya dukungan masyarakat dan pejabat terkait untuk implementasi Coretax, dengan harapan bahwa sistem ini tidak hanya akan meningkatkan penerimaan pajak tetapi juga memberikan manfaat bagi bangsa secara keseluruhan.
Ia juga mencatat bahwa pemerintah perlu lebih memahami alasan di balik rendahnya rasio pajak agar langkah-langkah perbaikan dapat dilakukan secara efektif.
Sistem Coretax mulai mengalami keluhan dan kendala sejak beberapa hari setelah implementasinya pada 1 Januari 2025. Keluhan utama berasal dari sinkronisasi data yang tidak optimal, meskipun tidak terdapat kerusakan pada server atau perangkat kerasnya.
Selain itu, masalah teknis seperti migrasi data dan load balancing juga menjadi penyebab gangguan dalam penggunaannya, yang disinyalir akibat persiapan implementasi terlalu terburu-buru pada akhir 2024.
Apa Itu Coretax
Coretax adalah Sistem Inti Administrasi Perpajakan yang mulai diterapkan oleh pemerintah Indonesia pada 1 Januari 2025. Sistem ini dirancang oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia, dengan tujuan untuk memodernisasi dan menyederhanakan proses perpajakan.
Coretax menggabungkan berbagai aplikasi yang sebelumnya terpisah, seperti e-Reg, DJP Online, e-Faktur, dan lainnya, ke dalam satu platform yang lebih efisien. Ini bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Sistem ini akan mengubah 21 proses bisnis dalam administrasi perpajakan, dengan fokus pada enam proses utama yang langsung berhubungan dengan wajib pajak, termasuk pendaftaran, pembayaran pajak, dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).
Dengan sistem yang terintegrasi, diharapkan biaya kepatuhan bagi wajib pajak dapat berkurang, sehingga meningkatkan kepatuhan sukarela dalam membayar pajak.
Sebelum implementasi penuh, DJP melakukan praimplementasi dari 16 hingga 31 Desember 2024 untuk memberikan waktu kepada wajib pajak mempersiapkan diri. Wajib pajak diharapkan untuk melakukan pemutakhiran data agar sistem dapat berfungsi dengan efektif. Coretax diharapkan dapat menciptakan tata kelola perpajakan yang lebih transparan dan efisien, serta mendukung reformasi perpajakan di Indonesia secara keseluruhan.
Pemenang Tender Coretax
Pemenang tender untuk pengadaan aplikasi Coretax adalah LG CNS-Qualysoft Consortium. Tender ini diumumkan pada 2 Desember 2020 dan memiliki nilai kontrak sebesar Rp 1.228.357.900.000, termasuk pajak. LG CNS merupakan anak usaha dari LG Corporation yang berbasis di Korea Selatan, dan mereka berkolaborasi dengan Qualysoft, sebuah perusahaan teknologi asal Austria, untuk menyediakan solusi sistem informasi perpajakan yang terintegrasi.
Proyek ini dilaksanakan di bawah pengawasan PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, yang ditunjuk sebagai agen pengadaan untuk mengelola proses tender dan implementasi sistem. Akan tetapi sejak digunakan kemudian, mengalami error hingga saat ini, wajib pajak pajak kembali ke manual, akan bisa menghambat pendapatan pemerintah dari sektor pajak. **