Oleh Anwar Hudijono
TIBA-TIBA Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mahmud Mattaliti menggetarkan persada perpolitikan Indonesia. Dia seperti singa yang lepas dari kebun binatang lantas masuk rimba raya.
Disitu melakukan transformasi. Begitu muncul kembali ia menjadi raja rimba yang mengaum dahsyat, siap menerkam dan mencabik-cabik siapapun yang hendak merusak ekosistemnya.
Ekosistem yang dibela La Nyalla adalah konstitusi. Siapapun tidak boleh main-main dengan konstitusi. Tak peduli manusia setengah gajah atau seperempat godzila sekalipun.Tak peduli yang giginya kuat dan mampu mengeremus beli geligen.
Konstitusi bagi suatu negara itu layaknya akar tunjang pada sebuah pohon. Jika sampai akarnya rapuh maka sangat mungkin pohon itu akan tumbuh meranggas, enggrik-enggriken bahkan ambruk.
Untuk itulah dia langsung menolak keras ketika Luhut Binsar Panjaitan (LBP) bilang punya big data bahwa rakyat ingin pemilu 2024 ditunda. Tanpa tedeng aling-aling La Nyalla menuding big data itu hoaks. Bagi La Nyalla menunda pemilu berarti mengoyak konstitusi.
Di sini La Nyalla menunjukkan dirinya tidak merinding sama sekali demi menjaga konsititusi. Padahal siapapun sudah sangat mafhum siapa sosok LBP. Orang kuat negeri ini. Sampai ada yang menyebutnya “perdana menteri”. Ada yang menyebut lord.
Untuk menjaga konstitusi pula La Nyalla bersama tiga pimpinan DPD melakukan gugatan pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal itu mensyaratkan presidential threshold 20 persen. Dia menilai, pasal itu melanggar konstitusi. Bisa mengakibatkan negara lumpuh.
Kematangan spiritual
Transformasi pada diri La Nyalla boleh dibilang merupakan pertanda kematangan spiritual politik. Ia kini berada di puncak piramida politik. Dia hanya melihat ke bawah. Tidak lagi ada atasa yang dilihatnya kecuali Tuhan. Melihat apa yang menjadi aspirasi rakyat.
Berbeda dengan misalnya DPR. Anggota DPR tidak hanya melihat ke bawah tetapi juga harus melihat ke atas yaitu partai atau lebih sempit pimpinan partai. Bahkan melihat ke atas sering kali lebih penting daripada melihat ke bawah.
Jika bawah bilang apem, sementara atas bilang bikang maka anggota dewan yang terhormat akan memilih bikang. Sebab kalau bilang apem, berisiko kena pergantian antarwaktu (recall). Yang repot jika partai terserah apa dawuh oligarki (persekutuan jahat misterius). Nah, di sinilah betapa urgensinya menumpukan keselamatan konstitusi/negara ada pada bahu DPD.
Kematangan spiritual politik dikembangkan oleh kesadaran akan hakikat dan misi kekuasaan. Saya yakin La Nyalla pasti mafhum Quran surah Ali Imran 26.
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki.” Itulah hakikat kekuasaan.
Adapun misi kekuasaan itu tertera di Quran surah Shad ayat 26. (Allah berfirman), “Wahai Daud, sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berikanlah keputusan di antara manusia dengan adil. Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” Khalifah bisa berarti luas termasuk pimpinan lembaga negara dan masyarakat.
Langkah La Nyalla memang tidak mudah. Medan rimbanya terlalu belukar. Tidak sedikit singa berkepala dua yang jusru ingin ekosistem ini berantakan. Bagaimana selanjutnya? Hanya Allah yang tahu. Tapi setidak-tidaknya La Nyalla telah memulai. Mengamalkan qulil haqqa walau kana murrah (katakanlah kebenaran sekalipun pahit). Menggedor kepala batu. Menyentak yang pulas. Membuka kenyataan bahwa negara sedang bahaya. Tabek.
Rabbi a’lam
Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo.