Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Penyakit di PT Pertamina yang tidak bisa sembuh: Korupsi. Ini juga terjadi pada saat Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok menjadi Komisaris Utama perusahaan BUMN yang menyediakan BBM untuk bangsa dan negara ini. Bukan cuma, urusan Pertalite, Pertamax dan dan Pertamax Turbo saja yang menjadi objek korupsi menurut Ahok untuk elpiji 3 kg bersubsidi pun digorok oleh oknum-oknum di Pertamina.
Inilah wawancara dengan AHOK Jilid II yang ditulis berdasarkan wawancara Liputa6 di Youtube.com. Di bawah hasil catatannya:
Bukan hanya Pertaliet, Pertamax dan Petamax Turbo saja, tetapi urusan elpiji 3 kg terjadi korupsi. Waktu itu ada subsidi dianggarkan di APBN hingga Rp 110 triliun. Jadi 97 persen pembagian elpiji di Indonesia adlaah 3 kg. Tapi ada yang oplos. Siapa yang bertanggung jawab. Semua orang bebas menjual. Sampai elpiji langka. Sampai rakyat harus beli yang mahal. Saya lapor ke pimpinan. Udah akhirnya subsidi elpiji distop!
Semua orang mengaku miskin, karena terlalu banyak pemain di elpiji. Coba dicek, agen elpiji siapa? selalu ada hubungannya dengan orang politik enggak, ada permainan dengan partai politik enggak? Atas nama rakyat menambah jumlah jumlah subsidi, tetapi semua itu dicolong oleh oknum.
Begitu juga dengan BBM? Tandas pewawancara.
Sama…semua sama!
Saya juga usul, kita (Pertamina) juga bisa dapatkan uang dengan main aplikasi My Pertamina. Dengan cara bagi-bagi voucher-voucher ini bisa jadi duwit. Saya hampir setiap minggu rapat untuk mengurus My Pertamina. Menarik ini urusan My Pertamina, dari segi sosial.
Saya kasih contoh ya, saat itu dari Bekasi sampai Harapan Jaya banjir! Tahu apa yang dilakukan Pertamina, kasih bantuan CSR. Saya bilang: Nggak usah, stop!
Panggil Patra Niaga. Tolong cek, dimana SPBU yang ternggelam. Lalu dicek, siapa yang beli BBM menggunakan aplikasi My Pertamina? Yang motor, ngisinya seminggu 2 sampai tiga kali minimal. Berarti itu duitnya agak Ok. Saya nggak tahu dia darimana yang penting beli BBM di SPBU itu. Kirimi voucher-voucher 20-30 liter….
Cara yang sama saya usul, tidak ada subsiidi Pertalite atau pun Pertamax atau macam-macam. Saya usul satu saja semua Pertamax. Satu macam BBM Pertamax lebih hemat kita, jadi nggak ada lagi permainan. Juga Pertamax nggak perlu lagi nambahi zat additif.
Nah bayangkan, ini lucu! Kamu ingin teh botol paling manis misalnya dari Yogya. Ada teh botol kurang manis dari Jakarta. Adakah pengadaan segila itu? Pengadaan dari teh botolnya dari Jakarta. Lalu beli gula, aduk campur agar bisa seperti teh botol Yogya. Kan lebih untung, beli langsung saja teh botol Yogya!
Ini sama saja dengan pertalite dan Pertamax? Buat apa harus beli additif. Bukan oplos, tetapi meningkatkan oktan! Pertanyaan saya, mengapa butuh jasa untuk menginkatkan oktan?
Dari zaman Pak Faisyal Abdu dulu, dari waktu kita pakai premium naikkan ke Super, maka kita pakai additif untuk menaikkan oktan. Jadi temen-temenya (orang dalam Pertamina) mungkin yang jadi pengusaha(zat additif) itu. Masak di zaman teknologi sekarang ini kilang-kilang produksi hebat, masih membutuhkan cara seperti itu.
Nah soal logika, terus saya usul: Semua satu saja Pertamax! Semua takut, ribut…
Nggak usah takut, lebih terarah subsidinya. Kalau pertama harga Rp 15.000 dijual Rp 10.000, berarti subsdidi Rp 5.000 dong. Saya nggah perlu kasih uang. Anda ini beli 2 liter Rp 30.000, gua balikin Rp 10.000 berupa voucher, untuk isi bensin berikutnya. Jadi yang ngisi bensin yang dapet subsidi.
Lalu mobil bagaimana? Sekarang ini semua mobil bisa beli BBM subsidi…Ini edan! Lalu saya usul bikin aturan: mobil CC-nya besar yang di bawah tiga tahun, tidak dapet subsidi. CC kecil yang dapat subsidi. Ini kita bikin sistem. Lu kalau nggak punya duit, jangan beli Mercedes dong! Lu beli mobil kecil atau mobil lstrik disubsidi, Okey! jadi lu beli mobil listrik saja, biar ada subsidi pajak.
Nah, motor paling banyak. Kita beri subsidi dengan cashback berupa voucher! Apa yang susah sih, kalau mau, ya!
Ya tetapi apa yang terjadi, semua usulan saya ini nggak dikerjakan.
Termasuk ketika saya hendak melakukan kontrol minyak. Jangan ditunjukkan angka digital di dalam tangkinya, saya tidak butuh alat ukur digital untuk tanki. Saya ingin mengetahui stok minyak di SPBU. Yang perlu adalah data setiap kali ngisi di pusat data saya berapa mobil ini ngisi BBM di SPBU ini. Tapi yang terjadi yang diukur digital adalah tankinya! Untuk bisnis triliunan ini nggak ada guna boss!
Nah gua bilang, kalau gua dirut saya pecat kalian semua! (bersambung)