Penulis: Syaifudin | Editor: Priyo Suwarno
SIDOARJO, SWARAJOMBANG.COM- PN Sidoarjo membuat catatan sejarah baru tahun 2025 sebagai pengadilan negeri yang pertama kali menjatuhkan vonis hukuman mati. Ketua majelis hakim Irianto membacakan vonis hukuman mati terhadap dua terdakwa kasus peredaran narkoba, Apriana Bastian alias Apri dan Yoseph Daya Subakti alias Agus, Kamis, 9 Januari 2025.
Keduanya terbukti mengedarkan total 88,5 kilogram sabu dan ribuan butir pil ekstasi sebagai bagian dari jaringan narkoba internasional yang dipimpin oleh Fredy Pratama, yang saat ini masih buron. Apriana menguasai sekitar 43 kilogram sabu, sedangkan Yoseph menguasai sekitar 45 kilogram. Mereka berperan sebagai perantara dalam jual beli narkotika dan menerima imbalan dari Fredy Pratama.
Majelis hakim menyatakan bahwa mereka tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas narkoba dan bahwa barang bukti yang ditemukan sangat besar, yang menjadi faktor memberatkan dalam putusan.
Negeri (Kejari) Sidoarjo yang memberikan komentar terkait vonis hukuman mati terhadap terdakwa adalah Roy Rovalino Herudiansyah. Dia menyatakan bahwa hukuman mati tersebut sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat mengingat dampak buruk narkoba yang sangat dahsyat.
Dia menambahkan bahwa hukuman mati ini mencerminkan rasa keadilan masyarakat, mengingat dampak buruk narkoba terhadap generasi muda.
Masyarakat Sidoarjo juga memberikan dukungan terhadap keputusan ini, menilai bahwa narkoba sangat merusak masa depan generasi muda dan mengharapkan tindakan tegas dari pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba.
Kedua terdakwa menyatakan akan memikirkan putusan tersebut sebelum mengambil langkah selanjutnya bersama penasihat hukum mereka.
Polisi berhasil menangkap Apriana Bastian alias Apri dan Yoseph Daya Subakti alias Agus sebagai bagian dari pengembangan kasus sebelumnya yang melibatkan tiga terdakwa lain. Penangkapan mereka dilakukan setelah pihak kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa 88,5 kilogram sabu dan ribuan butir pil ekstasi yang terkait dengan jaringan narkoba internasional yang dipimpin oleh Fredy Pratama.Penangkapan Apriana dan Yoseph merupakan hasil dari penyelidikan yang mendalam terhadap jaringan narkoba internasional, di mana mereka berperan sebagai perantara dalam jual beli narkotika.
Sebelum penangkapan, pihak kepolisian sudah menangkap tiga terdakwa lainnya, yaitu Hendrik Anggun Setiawan, Aryo Anggowo Mulyo, dan Nafik Supriyanto, yang memiliki barang bukti 19,6 kilogram sabu dan 3.888 butir pil ekstasi. Pengungkapan ini memberikan petunjuk penting yang mengarah kepada Apriana dan Yoseph.
Keduanya diketahui menerima barang dari Fredy Pratama untuk dijual dan diedarkan kepada pengedar lainnya maupun pemakai langsung. Dengan informasi ini, pihak kepolisian dapat menyusun strategi penangkapan yang efektif terhadap kedua terdakwa, yang akhirnya berujung pada penahanan mereka dan proses hukum selanjutnya.
Jaringan Fredy Pratama
Fredy Pratama adalah seorang gembong narkoba internasional dari Kalimantan Selatan, Indonesia. Ia dikenal sebagai pengendali jaringan narkoba yang besar, mengedarkan narkoba dari Thailand ke Indonesia.
Dia mulai meninggalkan Indonesia sejak 2014 dan diduga terlibat dalam perdagangan narkoba yang melibatkan jaringan internasional, termasuk pengiriman barang dari kawasan Segitiga Emas, yang merupakan pusat produksi narkoba di Asia Tenggara.
Fredy mengelola jaringan narkoba yang sangat luas, dengan keterlibatan dalam penyelundupan sabu dan ekstasi ke Indonesia. Jaringannya terhubung dengan berbagai pelaku di dalam dan luar negeri, termasuk Malaysia dan Thailand Polri telah melakukan berbagai operasi untuk membongkar jaringan Fredy, termasuk operasi bernama “Escobar” yang berhasil menangkap banyak tersangka terkait.
Dalam beberapa tahun terakhir, jaringan ini terlibat dalam pengiriman sejumlah besar narkoba ke Indonesia, dengan total barang bukti yang disita mencapai lebih dari 10 ton sabu. Jaringan Fredy Pratama diperkirakan memiliki perputaran uang yang sangat besar, mencapai sekitar Rp 56 triliun, menunjukkan skala operasi yang signifikan dalam perdagangan narkoba.
Fredy Pratama masih menjadi buron dan dianggap sebagai salah satu tokoh utama dalam peredaran narkoba di Asia Tenggara, dengan kemampuan untuk mengendalikan bisnisnya meskipun berada di luar negeri.**